Sabtu, 27 Juli 2013

Dari blog menjadi buku? Ada. Dari blogger menjadi ‘penulis buku’? Banyak. Nah, tapi berapa banyak yang akhirnya jadi penulis buku best seller?

Jika mendengar istilah 'blog yang dibukukan', tentu kita sudah gak asing lagi dengan nama penulis beken yang satu ini: Raditya Dika. Seorang penggiat tulisan-tulisan komedi harian di blognya www.radityadika.com (dulunya www.kambingjantan.com), yang mendapat predikat sebagai blog yang pertama kali dibukukan di Indonesia.


Mungkin belum banyak yang tahu bahwa 'blog yang dibukukan' ini punya istilah tersendiri, yaitu blook. Apa itu blook?
BLOOK adalah istilah yang digunakan untuk buku cetak yang didasarkan pada konten blog. Sederhananya, blook itu blog yang dibukukan dan diterbitkan dalam bentuk cetak. Kata “blook” merupakan penggabungan dari kata “blog” dan “book”. Pada tahun 2002, Tony Pierce mengompilasi postingan di blog dan mengoleksinya jadi buku yang kemudian diberi judul Blook. Judul itu bukan darinya. Tapi di sebuah acara bertajuk Pierce Award, nama itu diusulkan oleh pembacanya yang bernama Jeff Jarvis dari BuzzMachine

Saat ini, banyak sekali buku atau novel yang diangkat dari tulisan 'mentah' di blog. Di bawah ini, adalah beberapa blogger yang telah sukses dengan blook-nya dan membawa nama mereka menjadi penulis buku-buku best seller.

Rabu, 24 Juli 2013

Aku pernah bertutur tentang senja yang katanya cinta
Tentang warna jingga yang mengalah pada malam
Sedang kau yang mendengar hanya diam dan membungkam
Cerita senja tak pernah mampu usik lamunanmu jua

Bukankah para pujangga mengelu-elukan senja?
Lantas kenapa kita tak seperti mereka kebanyakan?
Aku menerka-nerka sampai batas titian
Kau malah berujar tentang serigala yang memakan senja

Serigala itu adalah aku, bisikmu

Kau tak percaya senja, tapi aku
Serigala yang menyimpan sesuatu dalam telaga pupil mata
Serigala yang menyimpan sesuatu dalam gaung rongga dada

Aku terjerat dalam segala pujimu atasku
Sepertinya perlahan akan menjadi candu
Membanjiri benih-benih bulan yang merindu malam
Sampai cahayanya membentang di langit yang semula kelam

Kau benar, tak selamanya tutur pujangga berperan atas kita
Jadi tak apa mengabaikan senja yang katanya cinta
Biarlah senja kini jadi abu
Karena yang ada hanya kau dan aku—serigalamu

_________________________
 
Puisi balasan untuk @siputriwidi dalam #DuetPuisi

Selasa, 23 Juli 2013

Kamu masih ingat pertemuan kala itu?
Tentang semangkuk kolak pisang di ruang temu
Aku masih ingat detail kecilnya...
Saat itu, kita duduk bersisian dengan kaki bersila

Sudah ketiga kalinya kepalamu terjatuh di bahuku
Kilahmu tak sengaja, padahal aku bisa menangkap isyaratnya
Lalu... Kusentuh rambutmu dengan tangan besarku
Kamu mengaduh, katamu aku tak pandai berlaku mesra
Aku ingat, mukamu berubah masam—tapi lucu—ketika itu
Sedang aku hanya tertawa seolah tanpa dosa

Di luar jendela, senja mulai menutup pertunjukannya
Sementara kita masih sibuk berceloteh tentang apa saja
Aku bertutur tentang perjalanan bintang yang menguras tenaga
Kamu bercerita tentang bianglala yang kehilangan warna

Sementara itu...
Kolak pisang di hadapan kita sudah tak lagi hangat
Seperti jarak dua anak manusia yang tak lagi dekat
Seperti saat ini... Seperti kita ini...
Kamu yang selalu menagih janji, aku yang berusaha menepati janji
Semoga kamu tak bosan mendengar ini: "Aku pasti pulang esok hari"

  
__________________________
 
Puisi balasan untuk @didochacha dalam #DuetPuisi

Senin, 22 Juli 2013

Setelah sukses dibuat haha-hihi oleh buku Boys Will Be Boys tahun lalu, mungkin aku jadi salah satu pembaca yang kebelet nungguin terbitnya buku kedua dari seorang Ryandi Rachman—atau akrab disapa Kundil. 
Hingga pada saat purnama kelimabelas terlewati, akhirnya Peggy Melati Sukma pun memutuskan untuk berhijab, tepat ketika aku mendengar kabar bahwa buku kedua Kundil yang berjudul Satu Per Tiga akan segera terbit.
Sebenarnya, ada open pre order buku ini di salah satu toko buku online, dengan bonus tanda tangan dan cap bibir penulisnya. Tapi, sebagai lelaki sejati yang menanamkan norma dan nilai-nilai yang berlaku, aku ogah beli. Masa, aku mesti beli buku yang ada cap bibir cowoknya? Nista amat! Makanya, aku lebih milih nungguin bukunya ready stock di toko buku offline (?).

Baiklah, saatnya kita memasuki bagian paling penting dari tulisan ini. Dengan hitungan mundur, mari kita mulai review-nya. 100... 99... 98... 97... oke, kayaknya kelamaan. Singkat aja. 3... 2... 1... Asek! Asek Joss!



Judul : Satu Per Tiga
Penulis : Ryandi Rachman
Penerbit : Bukuné
Tahun Terbit : Juli 2013
Cetakan : Pertama
Tebal : 258 hlm
ISBN13 : 9786022201045


Satu untuk bertiga dan bertiga untuk satu.
Itu slogan persahabatan Sambas, Baim, dan Kundil—tiga bocah yang lebih lengket daripada upil. Bersama, mereka menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dan menceburkan diri ke dalam masalah. Mulai dari nongkrong sambil gitar-gitaran, godain cewek-cewek sekolah, keluar-masuk ruang BP, sampai berurusan dengan polisi lalu lintas karena jail.
Setelah tiga tahun masa SMA, persahabatan itu memasuki babak baru. Kini, mereka dituntut untuk mandiri dan bertanggung jawab. Gimana caranya Sambas yang—ngakunya—playboy dan kegantengan, Baim yang bodohnya polosnya keterlaluan, dan Kundil yang selalu mencari perkara ini saling mendukung dalam berbagai kesulitan?
Yang pasti—dalam suka dan susah yang dihadapi bersama—mereka makin merasakan indahnya persahabatan.

Jumat, 19 Juli 2013

Aksaraku belum patah
Jika baitnya adalah kita yang belum kalah
Percayalah... Ini bukan kemelut 
Bukan pula petaka yang membuat kalut
Lihat, rindu kita telah mengembun, menjadi titik-titik basah penuh arti
Haruskah kubiarkan cabangnya merimbun, agar cemasmu tertutupi?

Pernah seorang berkata, "Resep hubungan awet adalah saling bertukar kabar"
Bercermin pada perkara kita, mungkin mereka benar

Di seduhan gelas pertamaku hari ini, wajahmu muntup
Membuatku gelagapan menahan rindu yang meletup-letup
Lalu, sedang apa kamu di sana?
Masihkah sibuk meraba waktu?
Ya, ini purnama keduabelas, katamu

Bertahanlah...
Lihat aku dari jarak yang miliar inci
Sosok ini kukuh menanti tiada henti

Silakan bunuh rindumu sekejap
Sekejap saja, sampai kopiku selesai kusesap
Karena esokentah kapankita akan sama-sama terlelap
Dan, di saat mengerjap, kita telah bersua di bawah satu atap
 
__________________________

Puisi balasan untuk @didochacha dalam #DuetPuisi

Kamis, 18 Juli 2013

Rindumu mengintai setiap hari
Mengeja titian dengan langkah-langkah sunyi
Begitu pun aku... 
Rinduku mencumbu malam, menjemput dini
Menyeretnya hingga menganak mimpi

Pundak kita sudah lama tak bersisian
Meski lama, aku masih ingat kapan
Begitu pun kamu...
Seingatmu, tangan kita pernah berantukan
Sebentar, namun mampu hadirkan debaran

Ini tentang rindu, katamu
Bagiku, ini lebih dari itu
Begitulah kita...
Setiap hari, setia mengeja waktu
Menikmati rindu hingga tiba saatnya bertemu 

 
__________________________
Puisi balasan untuk @didochacha dalam #DuetPuisi

Senin, 15 Juli 2013

 Alasan membeli buku ini:
  1. Beberapa penulisnya, aku kenal baik... di twitter; 
  2. Pengin cari tahu hal-hal tentang sepatu. Tujuan jangka panjang: biar kelak, pas gebetan(atau istri)ku ultah, aku bisa hadiahi dia sepatu yang tepat—setelah baca buku ini; 
  3. Enggak sengaja kebaca tweet-nya kak Mia, yang bunyinya: "Dengan 40rb, bisa dapat 20 wanita." Murah banget, kan? Aaaaa!
Singkat cerita, aku nemu buku ini waktu main ke Gramedia PS. Ketika itu, dari kejauhan, tampak sebuah buku menggelepar-gelepar cantik dari rak berlabel "Buku Baru", diikuti oleh sekelebat cahaya pink yang menyilaukan. Setelah sepersekian detik mengerjapkan mata, aku pun menghampiri buku yang menumpuk indah di TKP. Di sampul buku tersebut, terpampang sebuah judul, Sole Mate, yang akhirnya membiusku untuk memboyongnya ke kasur... Oh, maaf, typo... Maksudku, memboyongnya ke kasir.

Tulisanku barusan romance banget gak, sih? Halah!

Setelah aku mulai baca dan buka halaman awal buku ini, aku menemukan sebait kalimat menohok: dari... oleh... dan untuk WANITA.
J-j-jadi... sebagai lelaki sejati, aku gak boleh baca buku ini, dong? Oke! Fine! 
*BATALIN REVIEW*
*Penonton kecewa*
*Akhirnya, review dilanjutin* 


Judul : Sole Mate
Penulis : Mia Haryono, Grahita Primasari, dkk.
Penerbit : Gradien Mediatama
Tahun Terbit : Juni 2013
Cetakan : Pertama
Tebal : 256 hlm
ISBN : 978-602-208-114-2


Dua puluh cerita pendek, enam puisi, dan dua artikel menjadi pajangan utama di etalase Sole-mate. Ada kisah tentang member kesempatan kedua, cerita yang tak terungkap dari Cinderella, seorang wanita yang setengah mati menyesali perbuatan selingkuhnya, percakapan antar sepatu di penjara, kehidupan sepatu-sepatu penghuni toko loak, perjuangan seorang anak pemulung, sampai ke manisnya kisah cinta di sebuah toko sepatu yang merangkap kedai kopi. Semuanya memikat hati dan mampu membuat wanita mana pun tergoda untuk memilikinya.

Hampir saja kuurungkan niatku untuk jogging.  Pagi ini, cuaca dingin sekali. Tubuhku sedikit menggigil. Dan, rasanya aku sudah menguap terlalu banyak. Singkatnya, sekarang aku sedang memaksakan diri untuk jogging di tengah serangan kantuk yang parah.
Belum sampai satu kilo aku mengayunkan kaki berlari ringan, sekarang perutku diserang rasa lapar. Sepertinya sedang ada sekelompok cacing yang berunjuk rasa menuntut haknya, di wilayah perutku. Menu sahur yang masuk ke perutku tadi sepertinya kurang porsi. 
Jam-jam seperti ini memang rawan bagi orang yang berpuasa.
Aku memutuskan untuk berhenti sejenak. Tangan kananku kugunakan untuk menutup mulut ketika aku dipaksa menguap lagi. Sementara itu, tangan kiriku melakukan tugas lain—mengelus perut.
"Lagi puasa, Mas?" Bu Salamah, penjual gado-gado langgananku, rupanya tidak cuti jualan meskipun sedang bulan puasa. Mungkin karena letak warungnya memang berada di komplek yang mayoritas penghuninya nonmuslim, pikirku.
"Iya, nih." Tangan kiriku masih pada posisi mengelus perut.
"Masa, masih pagi sudah tidak tahan, Mas?" goda Bu Salamah.
"Entahlah... Saya kok jadi pengin makan gado-gado, ya."
Aku pun memutuskan mampir ke warung Bu Salamah. 
Saat hendak duduk di bangku, aku melihat ada seorang anak kecil sedang sibuk mencuci piring di dalam warung Bu Salamah. 
"Eh, itu siapa, Bu?"
"Oh, itu... Namanya Rano. Sudah dua hari ini dia bantu-bantu saya di warung," jawab Bu Salamah, yang tangannya masih sibuk mengulek bumbu gado-gado. "Kasihan dia, kemarin sore mampir ke sini, katanya sudah tiga hari tidak makan." Bu Salamah berkata setengah berbisik.
Aku mematung sejenak.
Kuraih uang sepuluh ribu dari kantong celana training-ku, lalu kusodorkan pada Bu Salamah.
"Ini, Bu... Bungkus buat anak itu saja. Lapar saya sudah hilang."
Aku tiba-tiba tergerak untuk melanjutkan aktivitas jogging.

Sabtu, 06 Juli 2013


Tanggal enam di bulan Juli. Welkam para pembaca setia blog ini.
*tebar paku payung*

Bulan lalu adalah bulan paling gak produktif baca buku, buatku. Padahal, ada lebih dari sepuluh buku menumpuk bersahaja di rak buku yang rerata semuanya belum sempat aku jamah. Mulai dari buku terbitan baru sampai buku-buku lama yang kuperoleh dari hasil berburu buku berlabel OBRAL. 

Satu-satunya buku yang kelar kubaca bulan lalu adalah buku berjudul Mother Keder. Alasannya simpel sih, karena cuma buku ini yang bikin mataku sanggup bertahan menghadapi ribuan karakter huruf sampai halaman terakhirnya. Alasan lainnya: buku ini menghibur! 

Jadi, begini review-nya... 



Judul : Mother Keder; Emakku Ajaib Bener
Penulis : Viyanthi Silvana
Penerbit : Bukuné
Tahun Terbit : Juni 2013
Cetakan : Pertama (edisi repackaged)
Tebal : - hlm
ISBN : 602-220-098-9

Pas gue lagi asyik milih-milih jaket di bagian new arrival, tiba-tiba nyokap gue teriak nyaring banget, sampe-sampe SPB toko itu kebingungan dan cenderung panik ketakutan. Mungkin SPB yang malang itu menyangka emak gue kerasukan setan Thailand.

Mami : KAKAAAAAAAKKKKK! Tunggu dulu, sebentar!
Gue : *bingung* Hah?! Kenapa, Mak? Eh, maap M.O.T.H.E.R!
Mami : Ngapain beli jaket ginian?
Gue : Soalnya, yang Valdy mau itu dah nggak dijual lagi, M.O.T.H.E.R. Dah barang lama katanya.
Mami : Tapi, kan, dia mintanya Adid*s! Kenapa kamu milih-milih yang ini, sih?
Gue : *celingak-celinguk* HAH? Emang kenapa?
Mami : AH! Kamu dari tadi nanya kenapa-kenapa melulu… bosen! Adik kamu itu, kan, mintanya Adid*s, kenapa kamu milihnya merek Nu Aripal? Kalo merek NU ARIPAL mah di Jakarta juga banyak. Mami aja tiap ke mal selalu ngelihat di mana-mana jual merek NU ARIPAL!!!
Gue : *GEDUBRAAAAAKKKKKK*

Ya, Tuhaaaan…, gue tau kalo emak gue itu eror dari lahirnya, tapi gue nggak nyangka kalo beliau segininya. Mami menyangka tulisan NEW ARRIVAL (yang dibacanyaNU) adalah sebuah merek pakaian ternama! Vivi boleh jadi punya semuanya—muka caem, otak tokcer, karier bagus, dan banyak lagi—tapi siapa yang sangka kalo setiap hari Vivi dibuat pusing sama nyokapnya yang… ehm, tulalit bin tulalat. Untuk mencurahkan cinta dan perhatian, nyokap.

Vivi emang punya cara yang nggak biasa. Mulai dari ikut-ikutan gaul ke mal, ngebangunin pagi pake cara ngeselin, sampai menyeleksi calon pacar Vivi dengan persyaratan yang bahkan tidak bisa dipenuhi seorang pangeran Inggris. Ya…, seperti kata papatah; di balik anak yang sukses, selalu ada orangtua yang gengges. Berbagai kisah. Ada tentang Violette yang dibangkitkan dari kubur oleh ayahnya. Onryo, hantu yang berusaha membalas dendam kepada kekasihnya. Atau, kutukan Firaun yang memakan korban para peneliti. Semua itu bukan untuk membuatmu takut, melainkan menantangmu untuk lebih berani. Apa kamu siap membacanya?