Dengan mudahnya akses terhadap film-film karya sineas lokal seperti sekarang ini, memang sudah selayaknya ada percakapan lebih lanjut tentang film di luar produksi gagasan. Dewasa ini film bukan hanya ditonton, tapi juga harus didiskusikan, sehingga ada pertukaran perspektif dan informasi.
Diskursus tentang film mungkin bisa mudah kita temukan dalam berbagai tulisan di media massa maupun elektronik, baik ditulis oleh penonton, pengamat, atau bahkan pegiat film itu sendiri. Namun, jika kita ingin mengetahui sejarah perfilman Indonesia terutama pascareformasi, mungkin tidak ada yang lebih pantas menuliskannya selain sutradara senior, penulis, kritikus, sekaligus dosen film sekaliber Garin Nugroho.
Garin sebagai salah satu pelopor kebangkitan film Indonesia di tengah krisis dekade 90-an, melalui buku memoarnya yang berjudul Era Emas Film Indonesia 1998-2019, mencoba menyusuri lorong waktu ingatan dari tiga dekade kiprahnya di dunia perfilman.