[Review] Momiji — Orizuka

Beberapa minggu terakhir, aku sedang menjejali diri dengan banyak tontonan berbau Jepang. Mulai dari maraton film produksi Studio Ghibli (studio film-film anime dan sering disebut sebagai Disney-nya Jepang), sampai nonton film-film drama terutama yang disutradarai Hirokazu Kore-Eda, sutradara spesialis film bertema keluarga—lebih seringnya ayah-anak. Ternyata aktivitas jejepangan ini masih berlanjut saat beberapa waktu lalu aku ikut talkshow dan meet & greet dengan Orizuka, yang baru menerbitkan novel terbarunya berjudul Momiji. Kentara dari judulnya, novel ini pun berbau Jepang. Jadi lengkap sudah, tiba-tiba aku merasa terjun sebagai Otaku pendatang baru. Www*


Judul : Momiji
Penulis : Orizuka
Penerbit : Inari (Haru Group)
Tahun terbit : Mei 2017
Cetakan : Pertama
Tebal : 210 hlm
ISBN : 9786026044389


Patriot Bela Negara lelah punya nama seperti itu, terutama karena dia memiliki fisik dan mental yang sama sekali tidak seperti patriot, apalagi yang siap membela negara.

Seumur hidupnya, Patriot diolok-olok hingga akhirnya dia memutuskan memberontak. Dia jadi gandrung Jepang, belajar bahasa Jepang, dan punya cita-cita pergi ke Jepang untuk bertemu Yamato Nadeshiko-tipe wanita ideal versi Jepang.

Di usianya yang kedua puluh, Patriot akhirnya berada selangkah lebih dekat dengan cita-citanya itu. Dia menginjak Jepang untuk ikut program pendek musim gugur di Osaka dan beruntung baginya, orangtua inang tempatnya homestay punya anak gadis seusianya!

Shiraishi Momiji, gadis itu, mungkin adalah buah penantiannya selama ini.

... Atau mungkin bukan.

Masih novel dengan tema remaja khas Orizuka, cuma kali ini mengambil latar tempat luar negeri. Mengintip tema-tema novel yang ditulis sebelumnya, kayaknya Orizuka memang sering mengambil tema novel remaja dengan pendekatan keluarga, termasuk di Momiji

Novel ini bercerita tentang cowok berusia 22 tahun bernama Patriot Bela Negara, dengan ciri-ciri khusus: bertubuh tinggi kurang proporsional, berkepribadian kikuk, dan kadang sulit berekspresi. Karena nggak begitu bangga dengan namanya yang terkesan sangat nasionalis, ia lebih senang dipanggil dengan sapaan Pabel. Selain introver, hal paling menonjol dari Pabel adalah kecenderungannya terhadap Jepang dan budaya negeri sakura itu. Mendekati level weeaboo, mungkin. Alasan itulah yang kemudian mendorongnya untuk merantau selama satu bulan ke Osaka, Jepang untuk mengikuti program pendek musim gugur.

Selama berada di Jepang, Pabel menginap di homestay milik keluarga Shiraishi. Di sanalah ia tanpa sengaja bertemu dengan Momiji, gadis muda berambut merah mencolok dengan penampilan ala yankii (sebutan untuk anak muda Jepang yang dianggap badung), yang ternyata ialah anak gadisnya Nanami-san pemilik homestay. Pertemuan itulah yang mengubah nasib Pabel kemudian. Entah menambah gairah hidupnya, atau malah lebih buruk.

Novel ini ditulis dari sudut pandang Pabel, yang menurutku cukup berhasil dieksekusi oleh Orizukamengingat segelintir penulis perempuan sering gagal menulis PoV dari tokoh berseberangan gender. Cuma masalahnya, si Pabel ini cenderung mirip versi cowok dari tokoh Audy di serial The Chronicles of Audy, novel Orizuka yang lain. Sifatnya nyaris sama persis; canggung, agak ceroboh, dan suka menggerutu. Berbanding terbalik dengan tokoh Momiji yang sifatnya berkebalikan; anti-hero, pemberontak, tapi aslinya berhati melankolis (tipikal tokoh cewek di novel-novelnya John Green gitulah).

Yang aku suka dari Orizuka, tentu saja gaya menulisnya yang selalu mengalir dan naratif, dengan dialog-dialog witty yang nggak maksa mencoba untuk lucu. Kurangnya mungkin ada beberapa adegan yang agak repetitif, seperti kemunculan Kanon yang serba tiba-tiba, diikuti penampakan gumpalan merah yang membuat Pabel terperanjat.

Kendati ditulis dengan baik, riset dan pengetahuan tentang latar Jepang yang mumpuni (apalagi penulis memang pernah ke sana), dan rasanya tanpa plot bolong, tapi menurutku konflik utama novel ini masih kurang kuat. Dibanding nasib Momiji di bab akhir, aku kok lebih tertarik dengan fakta masa lalu Nanami-san. Ditambah lagi kurangnya eksplorasi kegiatan Pabel selama belajar di program pendek satu bulannya—hanya disinggung bagian perkenalan budaya para murid, terus timbul-tenggelamnya tokoh Mai di situ.

Sebagai pembaca dengan pengetahuan yang terbatas soal jejepangan, buku ini tentu saja jadi bacaan segar karena banyak trivia yang menarik. Porsi catatan kaki-nya juga pas, nggak terlalu ke-wikipedia-an. Bagi pencinta budaya Jepang, kurasa bakal suka sama Momiji. Novel yang mengusik jiwa Otaku dalam diri. Www.

*[www = ketawanya netizen Jepang]

Posting Komentar

5 Komentar

  1. "Www." Ketawa orang Jepang.

    "Hehehe. Cnd." Nggak ketawa. Cuma cengengesan.

    BalasHapus
  2. Wwww. Kemaren baru cari-cari tahu soal si Orizuka ini. Ternyata emang banyak bukunya yang berbau jepang gitu bukan sih? Gue entah kenapa baca review ini malah jadi keinget elanor and park. Kereeeen. Yuhuuu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setahuku novelnya Orizuka yang pure berlatar Jepang baru ini kok.

      Hapus
  3. Oh pantes aja kemaren nanya2 film jepang di twitter.. Lagi suka jejepangan ternyata.

    Cantik-cantik lho kang ceweknya. Manis. Duh...

    Arigato gozaimasu.

    BalasHapus
  4. Aku suka sama buku Orizuka sebelumnya. The Chronicles of Audy sama Apa Pun Selain Hujan.
    Kayaknya yang ini juga bakalan suka juga deh.

    BalasHapus

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!