Budaya Ikut-ikutan Biar Kekinian

Kalau ditanya apa kebutuhan hidup sebagai penunjang penampilan, jawaban yang ada di daftar teratas adalah pakaian. Tentang bagaimana cara berpakaian, itu menyangkut gaya hidup. Dan, gaya hidup idealnya berbeda-beda seiring dengan kemauan, kemampuan, kebutuhan, status sosial, daya beli, dll.

Sebenarnya aku nggak terlalu perlu menulis ini, tapi makin hari situasinya makin urgensi.

Jadi, berhari-hari melewati legi, pahing, pon, wage, kliwon, balik legi lagi... setiap bepergian ke luar rumah, aku menemukan hampir 60% penduduk bumi kompak memakai kaus bertuliskan "My Trip My Adventure". Di mal, ada. Di warung makan, ada. Di pasar, banyak. Sampai-sampai di masjid, popularitas baju koko nyaris terenggut gara-gara demam baju My Trip My Adventure ini.
Penyebab demam My Trip My Adventure disinyalir karena sedang digandrunginya sebuah program televisi berjudul sama. Acara petualangan yang mengenalkan destinasi wisata dan menjual keindahan panorama di pelosok Indonesia. Belum lagi dipandu oleh host rupawan yang rata-rata berbadan six pack, tentulah membuat acara ini banyak diminati dan meraih rating tinggi.



baju kekinian bisa dibeli di sini


Masih ingat dengan peristiwa teror bom di Sarinah, Jakarta beberapa waktu lalu? Teror yang menimbulkan kepanikan dalam sehari, lalu imbasnya malah menaikkan pamor aparat kepolisian. Terutama yang tampan-tampan. Iya, orang kita memang suka gagal fokus. Dari video viral tentang upaya pihak kepolisian melumpuhkan teroris yang banyak tersebar lewat media sosial, bukan aksi para polisi yang menjadi sorotan utama, tapi penampilannya. Polisi yang memakai celana kargo, dengan tas kecil di pinggang, jam tangan dan sepatu bermerek, serta memakai kaus polo T-Shirt warna biru dongker bertuliskan "Turn Back Crime". Model baju inilah yang berikutnya jadi tren. Sekarang bukan cuma anggota POLRI yang pakai baju model ini, tukang jual gorengan juga. Penjual es cappucino cincau di depan minimarket? Jangan ditanya.
Padahal sebenarnya, Turn Back Crime  ini merupakan program Interpol tahun 2014, saat jaringan kepolisian negara-negara sedunia mengampanyekan kesadaran masyarakat untuk sama-sama melawan kejahatan terorganisir di sekeliling mereka. 


cek katalog kekinian kita di sini, sis~


Semua fenomena berpakaian semacam ini mungkin disebabkan banyak faktor, di antaranya faktor budaya, sosial, dan psikologi. Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Salah satunya, ya, budaya latah. Dalam artian secara harfiah, latah adalah kondisi—bukan kelainan atau penyakit—suka meniru-niru perbuatan (disebut juga echopraxia) atau ucapan (echolalia) seseorang. Disebut budaya karenamenurut penelitiankondisi ini cuma ditemukan di Asia Tenggara. 

Pertanyaannya, kenapa kita mudah sekali ikut-ikutan? Selaian keinginan yang beralasan, hal ini mungkin bersangkutan dengan faktor sosial di mana kita mudah sekali terpengaruh oleh kelompok acuan; public figure, artis idola, teman dekat, atau keluarga kita sendiri. Lingkungan sosial lainnya bisa jadi peran dan status. Misalnya, status seorang pelajar SMA yang mengharuskan ia berpakaian seragam putih abu-abu. Faktor yang nggak kalah penting adalah faktor psikologis seperti motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian. Misalnya, seorang konsumen yang terbiasa membeli produk A dan merasa puas, lalu timbul motivasi untuk membeli produk A lagi di kemudian hari.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa kita ikut-ikutan cuma biar dianggap kekinian? Apakah biar mendapat pengakuan? Atau biar disamaratakan? Tentunya akan banyak aneka alasan untuk menjawabnya. 

Yang pasti, saat aku menulis ini, kebetulan aku sedang memakai celana kargo slim-fit biar dibilang mirip Kapten Yoo Shi Jin di k-drama Descendants of The Sun.

Posting Komentar

13 Komentar

  1. Hahahaha. Dan saya belum sempet juga nonton tuh K-Drama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tontonlah, biar bisa ngaku-ngaku mirip Song Joong-Ki.

      Hapus
  2. Di tempat saya lagi demam nongki2 imut di cafe sama selfie pake goplo terus barang yg dibawa branded (sebagian KW)

    BalasHapus
  3. ha, ha, memang budaya meniru orang yang dijadikan idola.

    BalasHapus
  4. bajunya sekarang sudah kekinian bro apalagi yg My Trip My Adventure, kalau ga pake rasanya ga gaul.. hehehe

    BalasHapus
  5. Hehe setuju.
    Bukan cuma pakaian aja, dari musik, ideologi, bahkan gaya bicara/bahasa pun kadang kita (Indonesia people) ikutan latah ama budaya luar.

    Numpang promosi blog yah kang http://agia-aprilian.blogspot.com/

    BalasHapus
  6. Ngomong-ngomong... orang Sumatra kayak Rido kenal pasaran Jawa juga.. legi, pahing, pon, wage, kliwon...

    BalasHapus
  7. aih... terkadang aku suka risih liat beberapa oknum yang pake baju ini tapi pas traveling ketahuan nyampah atau lagi nyoret2 ...... berasa tercoreng bajunya

    BalasHapus
  8. Hahaha iya ini fashion item yang lagi rame banget nih. :))
    Daaaan... daku nggak tahu apa itu celana sli fit di descendent of the sun. Miahahaha. \:p/

    BalasHapus
  9. kaos emang gak ada matinya ya gan, apalagi sekarang kaos distro original brand lokal lagi di gandrungi anak2 muda.

    BalasHapus
  10. Semmoga saja brand-brand kaos lokal bisa tembus sampai pasaran internasional.

    injin promo gan Grosir Songkok president

    BalasHapus

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!