Rabu, 25 Maret 2015

           “Sel, nanti kalau ada teman kakak yang datang, suruh langsung ke atas aja, ya. Bilang kakak ada di kamar.”
          “Ya.”
          Aku melirik jam dinding. Sudah pukul 11 siang. Kualihkan pandanganku lebih pada diriku sendiri, dan aku menyadari satu hal—aku masih mengenakan daster tidur! Tapi bukan masalah krusial, ini kan hari Minggu?
          Lalu, suara dari lantai atas membuatku melonjak, diikuti dengan melayangnya sehelai handuk lembap yang kutangkap secara refleks.
          “Pastikan kamu udah mandi sebelum nanti bukain pintu!”
          Terima kasih atas infonya, Kak Dika. Terima kasih juga untuk bantuan handuk baunya.

***

          Aku mematut diriku di depan cermin, sesekali memutar badan, dan lebih dari sekali mengibaskan rambutku yang menjuntai sebahu. Sisir kuletakkan kembali ke laci meja, lalu kuraih lipgloss dan mengoleskannya tipis-tipis ke permukaan bibir. Yang penting dari semuanya, daster tidur sudah berhasil kusulap menjadi kaus lengan pendek berwarna merah muda. Serba pink!
          Kalau dilihat-lihat, aku sudah selangkah mirip Carrie di serial Sex and The City atau Elle dalam Legally Blonde. Keduanya adalah karakter perempuan yang lembut, tapi memiliki visi. Persis sepertiku.
          Di saat aku sibuk dengan khayalanku sendiri, terdengar bunyi bel meraung-raung. Itu pasti teman-temannya Kak Dika!
          Segera kubereskan semua perkakas kosmetik di meja. Setelah memastikan rambut sudah cukup kering berkat bantuan hairdryer milik Mama dan pergelangan tangan sudah dibentengi dengan lotion antikusam, aku berlari-lari kecil keluar kamar. Langkahku menimbulkan suara berdecit-decit, yang berasal dari alas kaki rumahan yang kukenakan. Alas kaki bermotif Hello Kitty yang tentu saja bercorak pink.
          Dari penjuru rumah yang lain, Mama muncul. Masih dengan mengenakan celemek kebanggaannya.  Destinasi yang kami tuju saat ini sama: arah pintu depan.
          “Ma... Mama... biar Seli aja yang bukain pintu!” teriakku setengah histeris.
          Setelah berhasil menghentikan aksi Mama, aku bergegas membuka pintu dengan antusias. Di luar, sudah berdiri tiga orang dengan perawakan yang hampir seragam.
          Leo, Sam, dan Julian.