23 Film Terbaik Tahun 2023


Sepanjang 2023, sebetulnya aku sudah memutuskan untuk menurunkan intensitas  menonton film karena ingin lebih fokus melakukan hal-hal yang produktif—ya, bukan berarti menonton tidak termasuk salah satunya. Hanya saja kalau dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, film yang kutonton pada tahun 2023 terbilang relatif sedikit, sekitar 134 film menurut jejak digital di Letterboxd.

Pada tahun 2023 juga, akhirnya aku kesampaian bisa bertandang ke Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-18 untuk pertama kalinya. Karena film-film yang diputar merupakan hasil kurasi, artinya banyak film bagus dari Asia yang sempat ditonton di sana, dan beberapa judul di antaranya akan muncul dalam daftar ini.

Daftar film terbaik atau aku lebih suka menyebutnya sebagai daftar film paling berkesan, yang akan disebut berikut ini, tentunya dipilih dengan pertimbangan subjektif dan sangat bergantung pada preferensi personal. Kalau film favorit kita kebetulan sama, mari kita rayakan bersama!

So, here are 23 of the best and most memorable movies of 2023~


23. JATUH CINTA SEPERTI DI FILM-FILM
Berangkat dari premis sederhana tentang seorang penulis yang ingin membuat skrip film tentang wanita yang ia taksir sejak lama, film ini menjadi sebuah drama yang kompleks terutama setelah dibungkus dalam plot non-linear dan pemilihan gambar hitam-putih. Ditilik dari segala aspeknya, film ini benar-benar dibuat sebagai surat cinta yang manis bagi dunia sinema. Tak salah menasbihkan Yandy Laurens sebagai salah satu sutradara Indonesia paling menjanjikan. A stunning experience like no other!


22. YOU & ME & ME
Sebuah kisah hangat tentang kehidupan dua saudari kembar yang juga disutradarai oleh dua saudara kembar, Wanwaew dan Waewwan Hongvivatana. Bercerita tentang sepasang kembar identik yang telah berbagi segala hal dalam hidup mereka, tetapi harus menghadapi konflik serius saat mereka mulai jatuh hati pada pria yang sama. Tak hanya menghadirkan romansa masa puber, menariknya film ini juga menyoroti polemik orang tua yang berdampak pada psikologis anak. Betul-betul definisi film yang menggemaskan.


21. MISSING
Lima tahun berselang sejak kasus "pencarian anak hilang" dalam Searching (2018), kali ini sekuelnya yang berdiri sendiri mencoba mengulik topik "pencarian ibu hilang" yang lagi-lagi dikemas dengan konsep screenlife—semua adegan dalam film dipresentasikan lewat tampilan monitor komputer maupun layar gawai. Meski mengusung genre thriller-mystery, film ini juga hadir sebagai drama parental ibu dan anak. Hubungan Grace dan June seakan mengingatkan kita tentang betapa pentingnya bersikap terbuka dan menjalin kedekatan dalam lingkup keluarga.


20. ALL OF US STRANGERS
Film ini diadaptasi oleh Andrew Haigh dari novel Jepang berjudul Strangers karangan Taichi Yamada. Bercerita tentang seorang penulis skenario yang sedang berada di fase awal depresi. Dengan lesu, ia mengerjakan naskah yang terinspirasi oleh hubungannya dengan mendiang orang tuanya yang tewas dalam kecelakaan mobil ketika ia berusia 12 tahun. Dalam montase yang bergerak pelan, film ini membawa kita menyelami dunia sentimental dalam balutan fantasi tentang cinta dan kesepian.


19. AIR
Drama histori yang menyingkap sebuah awal kerja sama antara pebasket terkenal Michael Jordan dengan divisi baru produk sepatu basket milik Nike, yang nantinya merevolusi dunia olahraga dan budaya kontemporer lewat merek Air Jordan. Dengan narasi penceritaan yang menarik dan deretan dialog cerdas, Ben Affleck mengajak kita menelusuri jejak sejarah penuh emosional tentang pertaruhan sebuah merek dagang, pengaruh nama besar tokoh publik, intuisi seorang ibu yang paham nilai bakat putranya, serta bagaimana semesta mendukung lahirnya seorang legenda hidup yang namanya akan dikenang sepanjang masa.


18. TALK TO ME
Tanpa menawarkan premis horor yang pretensius, film ini membawa penonton pada kisah Mia dan sekelompok temannya yang melakukan kesalahan fatal setelah bermain-main dengan arwah melalui media patung berbentuk lengan tangan. Di samping isu kesehatan mental yang diangkat, sebetulnya plot film ini tak ubahnya kisah tradisional Jailangkung, hanya saja karya debut dari duo sutradara Danny dan Michael Philippou ini mampu merangkai semua mimpi buruk itu menjadi sebuah sajian teror yang adiktif.


17. SALTBURN
Sebuah komedi gelap tentang upaya Oliver Quick, mahasiswa baru penerima beasiswa yang terobsesi ingin masuk ke dalam lingkaran pertemanan mahasiswa kaya raya dan paling populer di kampusnya yang bernama Felix. Keputusan Felix mengajak Oliver berkunjung ke rumah mewahnya di Saltburn ternyata membawa petaka serius bagi keluarganya. Sejak merilis Promising Young Woman (2020), kiprah penyutradaraan Emerald Fennell memang layak diperhitungkan. Meski eksekusinya tak lebih brilian, tapi konflik dalam film ini terlalu provokatif untuk dilewatkan.


16. BARBIE
Apa yang dihadirkan Greta Gerwig dalam film penuh warna ini adalah upaya dekonstruksi. Dengan menghubungkan dunia boneka dan dunia nyata, film ini mencoba mematahkan nilai-nilai yang telanjur salah kaprah, bahwa kesempurnaan Barbie yang bisa menempati berbagai bidang profesi justru tak sejalan dengan semangat pemberdayaan perempuan. Di sisi lain, ideologi patriarki yang diusung oleh karakter Ken sebagai struktur yang menempatkan laki-laki di posisi penguasa tunggal dan paling pusat, juga telah menimbulkan tingkat kesenjangan. Film ini seakan menegaskan kembali bahwa memang tak ada yang lebih ideal daripada kesetaraan itu sendiri.


15. ARE YOU THERE GOD? IT'S ME, MARGARET.
Sebuah drama komedi yang mengangkat kisah tentang pencarian identitas seorang remaja bernama Margaret, berdasarkan novel karya Judy Blume yang terbit pada 1970. Ayah Margaret adalah seorang Yahudi, sementara ibunya Kristen, sehingga membuat ia gamam dalam menentukan keyakinannya. Tak hanya menghibur, film ini sarat pesan bahwa fanatisme agama justru membuat penganutnya saling bertikai—hal yang ironisnya tak pernah diajarkan oleh agama mana pun.


14. PRISCILLA
Film ini menghadirkan biografi sekaligus studi karakter seorang gadis belia bernama Priscilla saat memulai hubungan dengan Elvis Presley, sang penyanyi legendaris yang dijuluki The King of Rock N' Roll. Cerita yang diadaptasi dari memoar Elvis and Me yang ditulis langsung oleh Priscilla Presley ini menyoroti pergulatan batin seorang perempuan yang harus merelakan masa mudanya demi sebuah asmara yang bisa dibilang samar. Sulit untuk melihat relasi keduanya sebagai kisah roman sejati mengingat hubungan transaksional itu dimulai saat usia Prsicilla masih begitu minor, yaitu 14 tahun. Apa yang disuguhkan Sofia Coppola di film ini rasanya cukup adil, sebab tak ada histori yang bisa diubah lagi, kecuali cara kita merespons dan upaya untuk tak menormalisasinya.


13. RIVER
Setelah Beyond the Infinite Two Minutes (2021) sukses menghadirkan misteri temporal tentang masa kini dan masa lalu dalam selang waktu dua menit, kali ini sutradara Junta Yamaguchi mengeksplorasi sekaligus bermain-main dengan konsep time-loop berlatar Sungai Kibune di kawasan pegunungan Kyoto. Meski hanya berisi adegan repetitif, film ini tak memberi ruang kebosanan. Tokoh-tokoh yang terseret dalam labirin waktu turut ambil peran menggerakkan plot dan konflik, hingga akhirnya menemukan konklusi yang tak hanya cerdas secara eksekusi, tetapi juga berhasil meraih atensi dan simpati penonton.


12. THE KILLER
Mengadaptasi novel grafis berjudul sama karya Alexis "Matz" Nolent dan Luc Jacamon, film ini mengisahkan tentang seorang pembunuh bayaran yang dijuluki The Killer. Suatu hari saat ia diminta melakukan misi penembakan, tetapi pelurunya meleset, kehidupan pribadinya menjadi terancam. Kekasihnya tewas dibunuh dan rumahnya diintai, membuat ia harus melarikan diri dengan identitas palsu. Film neo-noir besutan David Fincher ini menjadi gambaran antitesis dari segala hal yang kita ketahui tentang pembunuh bayaran.


11. DREAM SCENARIO
Kehidupan Paul Matthews sebagai dosen yang kerap diabaikan oleh mahasiswanya tiba-tiba berubah drastis setelah sebuah fenomena aneh terjadi: ia tiba-tiba muncul dalam mimpi semua orang. Seketika, Paul langsung menjadi selebritas dadakan. Ia mulai diundang media massa, diajak untuk kerja sama, dan eksistensinya mulai dipedulikan oleh orang-orang sekitar. Lewat sentuhan drama fantasi, Kristoffer Borgli menyampaikan satire mengenai budaya pengenyahan yang marak terjadi, disebabkan mob mentality yang membuat kita cenderung gampang menilai dan mudah melemparkan ujaran kebencian terhadap seorang tokoh publik.


10. PERFECT DAYS
Hirayama tampak sangat menikmati kehidupan sederhananya sebagai pembersih toilet keliling di Tokyo. Di samping rutinitas harian yang sangat terstruktur, ia juga merayakan kecintaannya pada musik dan buku. Sekejap kita mafhum bahwa ia memang pekerja keras, tapi sikap introver membuat skala keanehannya bernilai 9 dari 10. Menonton film Wim Wenders ini ibarat sebuah meditasi, yang pada beberapa momen akan membuat kita merasa sangat terapeutik. Sejatinya kita semua tidak begitu bahagia, hanya saja pandai menyimpan kesedihan.


9. MAY DECEMBER
Demi mendalami peran yang akan dilakoninya, seorang aktris terkenal harus terjerumus langsung ke dalam kehidupan sebuah keluarga yang dua puluh tahun lalu sempat menuai kontroversi. Bagaimana tidak, wanita yang saat itu berusia 36 tahun (dan sudah berumah tangga) terbukti menjalin hubungan terlarang dengan remaja berusia 13 tahun bahkan sampai menikah dan memiliki tiga orang anak. Selain mengangkat isu child-grooming, film ini seolah-olah ingin mempertanyakan kembali ukuran standar moral dan bagaimana dampak psikologis dari kasus penyimpangan seksual yang diromantisisasi.


8. THE MONK AND THE GUN
Film ini berlatar tahun 2006 ketika Bhutan menjadi negara terakhir di dunia yang mulai terhubung dengan televisi dan internet. Selain harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi, penduduk Bhutan pun harus dihadapkan dengan sistem demokrasi melalui pemilu yang akan segera digelar. Lewat film panjang keduanya setelah Lunana: A Yak in the Classroom (2019) yang merekam keindahan pegunungan Bhutan, kali ini Pawo Choyning Dorji menyuguhkan uniknya tradisi rural masyarakat pedesaan Bhutan melalui perjalanan seorang biksu yang diutus mencari senapan untuk menyambut seremoni pemilihan kepala desa. Sebuah drama komedi yang hangat dan menyentil isu modernisasi.


7. OPPENHEIMER
Sebuah studi karakter tentang seorang fisikawan Amerika Serikat bernama J. Robert Oppenheimer, otak di balik pembuatan senjata nuklir pertama dalam Proyek Manhattan pada era Perang Dunia II. Keberhasilan tentara AS menjatuhkan bom atomnya ke Hiroshima dan Nagasaki ketika itu, ternyata membuat Oppenheimer merasa dihantui rasa bersalah sepanjang hidupnya. Meski mengangkat biopik tentang seorang bapak bom atom, dengan cerdasnya Christopher Nolan menyajikan film ini melalui narasi yang intens tanpa harus terlalu meledak-ledak.


6. ANATOMY OF A FALL
Sandra Voyter menjadi tersangka atas kasus meninggalnya sang suami yang ditemukan terjatuh dari atas rumah dan tewas secara misterius di tengah salju. Karena hasil investigasi belum dapat membuktikan apakah kematian itu akibat bunuh diri atau kecelakaan murni, putra mereka yang tunanetra pun harus menghadapi dilema moral karena ditunjuk menjadi saksi kunci. Dengan alur yang pelan, tak dinyana film ini akan menjadi sajian drama persidangan yang kompleks. Kontra argumen yang dilontarkan Sandra di ruang sidang justru mengorek lebih dalam lagi kesenjangan hubungan pasutri yang sama-sama berprofesi sebagai penulis itu. Tak ada tokoh yang bisa didikte dalam film ini, jadi tugas penonton untuk menilai sendiri siapa yang berhak bertanggung jawab atas misteri kematian tersebut.


5. THE HOLDOVERS
Seorang guru dengan permasalahan sosial harus terisolasi di sekolah bersama murid keras kepala yang sedang bergulat dengan konflik keluarganya. Selain itu, ada lagi seorang juru masak penjaga kantin yang bertugas menyiapkan makanan untuk penghuni yang tersisa. Film ini menawarkan perspektif segar sekaligus pahit-manis relasi antara ketiga karakter yang terpaksa melewatkan masa liburan Natal di sebuah sekolah prestisius berlatar tahun 1970-an. Layak ditonton jika kamu merindukan film semacam Dead Poets Society (1989), The Chorus (2004), atau Freedom Writers (2007).


4. PAST LIVES
Drama roman dalam film ini mungkin tak serumit dan seindah kisah dua sejoli dalam Comrades, Almost a Love Story (1996) karena narasi cerita yang dijalani oleh Nora dan Hae Sung terasa sangat realistis untuk sebuah kisah fiksi. Setelah berpisah selama 20 tahun, kedua sahabat masa kecil itu terhubung kembali melalui platform media sosial. Meski menyadari kalau Nora telah bersuami dan menetap di New York, Hae Sung yang kadung menyimpan afeksi sejak lama justru nekat untuk berkunjung demi sebuah reuni singkat. Pertemuan selama satu minggu itu pun mengurai memori lama hingga membuat mereka mempertanyakan kembali makna takdir. Memang terasa pedih, tapi hidup harus terus berjalan sesuai realitasnya.


3. EVIL DOES NOT EXIST
Setelah Drive My Car (2022) sukses meraih atensi luas, di filmnya kali ini Ryûsuke Hamaguchi menawarkan sebuah refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan alam. Lewat tokoh Takumi yang tinggal berdua dengan putrinya, film ini menghadirkan suasana Desa Mizubiki dekat Tokyo yang harus menghadapi rencana pembangunan area glamping yang berpotensi merusak kualitas pasokan air serta membahayakan keseimbangan ekologi daerah setempat. Sebuah drama solid yang membuat kita memikirkan kembali bahwa mungkin kejahatan memang tidak ada karena setiap orang hanya melakukan tugasnya.


2. KILLERS OF THE FLOWER MOON
Diadaptasi dari buku nonfiksi berjudul sama karya David Grann yang terbit pada 2017, film ini menceritakan kasus pembunuhan misterius yang dialami oleh suku Indian-Osage, yang bermukim dan menetap di Oklahoma pada circa 1920-an. Tak hanya menyingkap kasus pembantaian melalui metode yang beragam seperti penembakan, penculikan, peracunan, hingga pengeboman, film ini juga menyoroti perilaku korup dan ketidakadilan rasial terhadap suku Osage dari kacamata sutradara yang penuh empati. Martin Scorsese delivers another masterpiece!


1. MONSTER (KAIBUTSU)
Suatu hari, seorang ibu tunggal bernama Saori menyadari putra semata wayangnya mulai berlaku aneh. Ia lantas menemukan bukti-bukti bahwa tingkah janggal putranya, Minato, disebabkan oleh perundungan seorang guru di sekolah. Sejak saat itu, hubungan antara ibu, anak, dan guru tersebut mulai mengurai berbagai konflik dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Tulisan Yuji Sakamoto dan sentuhan humanis sutradara Hirokazu Kore-eda menjadi perpaduan sempurna dalam menyajikan sebuah drama yang tidak hanya menguras emosi, tetapi juga menawarkan perspektif tentang cara menilai sebuah kebenaran dari berbagai sudut pandang. Complex, tragic, and heartrending!

_________________________ 

Kalau kamu, apa saja film favoritmu di tahun 2023?

Posting Komentar

1 Komentar

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!