[Review] The Anthropocene Reviewed — John Green

Dalam buku nonfiksi pertamanya, John Green mencoba mengulas berbagai aspek dari pengalaman manusia yang beraneka ragam. Bagaimana sang penulis menilai aktivitas manusia dan kepentingannya yang dianggap paling menentukan tatanan ekosistem di bumi. Senada dengan judulnya, Antroposen yang secara etimologis—berasal dari bahasa Yunani "anthropos"—berarti manusia.



Judul : The Anthropocene Reviewed
Penulis : John Green
Penerbit : Mizan
Tahun terbit : 2022
Cetakan : Pertama
Tebal : 360 hlm
ISBN : 978-602-441-289-0


Sejarah umat manusia adalah catatan besar tentang aneka paradoks. Bagaimana kita bisa sangat welas dan sekaligus sangat kejam. Kita begitu pantang menyerah dan sekaligus cepat putus asa. Sedemikian digdaya kita menjelajah ruang angkasa, tapi tak kuasa menyelamatkan sesama dari kelaparan dan peperangan. Dan kenyataan itu dipertajam dan diperluas oleh teknologi digital ketika semua hal paradoksikal itu dapat dilakukan dalam sekali klik (one click away).

Disusun berdasarkan podcast berjudul sama yang telah diunduh 10 juta kali, buku ini merupakan penjelajahan reflektif tentang pelbagai persentuhan kita dengan aneka peristiwa. Kisah-kisah sederhana nan menyentuh tentang kekalahan dan kemenangan; penderitaan dan kebahagiaan; kesendirian dan kebersamaan; kefanaan dan kebermaknaan. Lebih dari itu—dan ini yang terpenting—tentang ajakan untuk bersentuhan intim dengan dunia diri dan semesta.

John Green mengawali buku ini dengan ulasan menarik tentang sejarah lagu You'll Never Walk Alone/YNWA; senandung sepak bola paling terkenal yang datang dari teater musikal. Siapa sangka, dengan lirik yang gamblang, lagu tersebut malah menjadi lagu kebangsaan banyak orang. Bukan hanya fakta bahwa YNWA sudah tercetak dalam huruf-huruf besi tempa di atas gerbang Anfield—stadion Liverpool, tetapi juga karena lagu itu telah menjadi penyemangat bagi para tenaga medis saat pandemi covid-19 melanda dunia.

Di beberapa esai, penulis juga berusaha memetakan sebagian kontradiksi/paradoks kehidupan manusia yang ia alami. Memaparkan bahwa manusia tak hanya menciptakan hal-hal indah, tapi juga berperan besar atas kerusakan yang terjadi di muka bumi. Misalnya, saat ia mengucapkan kebersyukuran atas penemuan AC, tapi sekaligus mengkritisi tentang payahnya kita dalam pengaturan iklim.

Humans are not the protagonists of this planet’s story. If there is a main character, it is life itself, which makes of earth and starlight something more than earth and starlight.

Dengan pendekatan personal, John mengulas banyak hal, mulai dari komet Halley, lukisan Gua Lascaux, angsa Kanada, Teddy Bear, Internet, CNN, Monopoli, hingga papan ketik QWERTY. Pada bab paling akhir, ia juga menyelipkan catatan pendek tentang momen apa saja yang telah mengilhami tulisan esainya.

Masih berhubungan dengan judul—Reviewed yang berarti mengulas, pada setiap akhir esai John selalu memberikan nilai (rating) terhadap topik/objek yang ia bahas, dalam skala satu sampai lima bintang. Sebuah sistem pemeringkatan yang di zaman kiwari tak hanya diberikan pada buku-film-musik saja, tapi juga bermacam hal.

Mungkin skala penilaian inilah yang pada akhirnya menandakan kalau di dunia yang serba dinamis ini, tak semua hal dapat menyenangkan kita. Atau sebaliknya, dari apa pun yang dialami, kita bisa saja menemukan kesenangan-kesenangan kecil—tergantung dari sudut mana kita memandangnya.

Posting Komentar

0 Komentar