Rilis Album Baru, Tulus Resmi Jadi si Paling “Manusia”

Beri saya waktu enam tahun maka akan saya rangkum problematika perjalanan manusia pada zaman kiwari.” Mungkin itulah yang disampaikan seorang penyanyi solo bernama Tulus pada Tahun 2016, saat ia merilis album musik terakhirnya, “Monokrom”.

Semua pendengar lagu-lagunya pastilah mafhum bahwa pria bernama asli Muhammad Tulus Rusydi itu merupakan seorang pengamat dan tukang curhat yang baik. Suatu hari ia pernah berjam-jam mengamati telapak kakinya, membandingkan sebelah kiri dan kanan, sebelum akhirnya menulis lagu tentang Sepatu. Bahkan ketika mengalami body shaming saat remaja, ia pun menulis lagu Gajah sebagai bentuk penerimaan dan self-healing. Meskipun pada akhirnya tetap termotivasi untuk diet sehat juga.


Dalam album terbarunya yang diberi tajuk "Manusia" dan dirilis bertepatan dengan Hari Suci Nyepi tahun ini, Tulus mencoba meletakkan pengamatan sosial menyeluruh layaknya sebuah kanvas realis mengenai ragam permasalahan hidup. Entah disengaja atau tidak, urutan track lagu dalam album ini pun dibuat dengan kronologis, layaknya proses pertumbuhan seorang anak manusia menuju tahap pendewasaan.

Album ini dibuka dengan nostalgia masa-masa remaja saat fokusnya hanya bermain dan bersenang-senang, yang dituangkan dalam lagu bertajuk Tujuh Belas. Kemudian track lagu-lagu berikutnya mulai merangkum permasalahan orang dewasa muda tentang pencarian jati diri hingga percintaan.

Kelana merekam masalah manusia yang seakan terjebak dalam rutinitas pekerjaan, sementara Remedi seperti kisah dua sejoli yang harus berpisah karena mengejar mimpi masing-masing. Lalu, dilanjutkan Interaksi yang menggambarkan perasaan ketika bertemu orang baru.

Lirik penuh perasaan berbunga-bunga sebab cinta pada pandangan pertama dikemas Tulus dalam lagu Jatuh Suka. Namanya hidup, tentu ada kalanya manusia membuat perbandingan. Hadirnya orang baru tak lantas membuat kita betul-betul berpindah dari kenyamanan yang lama, seperti yang ingin disampaikan Tulus lewat Ingkar. Bahkan perasaan kena PHP pun tak lupa disorot juga dalam track berjudul Nala.

Menurutku, bagian pamungkas dari album ini justru ada pada tiga track terakhir, yang menjadi puncak penerimaan dari semua permasalahan yang telah dirangkum oleh penyanyi berdarah Minang itu. Tak banyak penyanyi cum penulis yang bisa membuat lagu bertema patah hati dengan lirik yang tidak cengeng. 

Dengan komposisi musik yang catchy dibantu oleh produsernya, Ari Renaldi, lagu Hati-Hati di Jalan (judulnya sekilas terdengar seperti pesan layanan masyarakat versi Polantas) menjadi lagu yang paling easy listening di album “Manusia”. Jenis lagu yang cocok dijadikan backsound video Tiktok bersama kutipan-kutipan generik tentang usaha untuk move on.

Entah apa maksud dunia
tentang ujung cerita
kita tak bersama.

Disambung dengan lagu Diri, diikuti Satu Kali, lengkap sudah pesan dan kesan dari Tulus agar para pendengar (baca: kita) senantiasa ikhlas karena hidup hanya sekali, atau dalam istilah kerennya YOLO. Kalau meminjam kutipan dari buku The Things You Can See Only When You Slow Down karya Haemin Sunim yang best seller itu, dikatakan bahwa sebuah penerimaan akan membuat kita terhubung dengan sisi diri yang lebih baik dan bijak. Tulus dan kita semua pasti setuju soal itu.

Sudah sewajarnya, rilisnya album “Manusia” akan memanjakan gendang telinga para penggemar yang sudah sejak lama menantikan karya-karya terbaru dari Tulus. Teman Tulus yang asam dan para pendengar baru yang garam pasti akan segera bertemu di belanga.

Posting Komentar

0 Komentar