Aku akan merekomendasikan tiga film di blog ini dan kamu boleh merekomendasikan tiga judul film lain di kolom komentar. Bisa film lama atau baru, dari negara mana pun. Kali ini kita punya film dari Spanyol, Lebanon, dan Indonesia.
Timecrimes (2007)
Film berbahasa Spanyol dengan judul asli Los CronocrÃmenes, dibuka dengan adegan sepasang suami-istri yang baru saja pindah ke rumah baru. Pada suatu sore, saat Hector (Karra Elejalde) sedang duduk santai sambil menikmati pemandangan di belakang rumahnya lewat teropong, ia melihat penampakan seorang perempuan di dalam hutan. Ketika sosok perempuan itu tampak perlahan-lahan melepas bajunya, Hector makin penasaran. Ia berniat masuk ke hutan untuk menemui perempuan tersebut.
Setibanya di hutan, Hector mendapati perempuan itu sudah tergeletak pingsan dalam kondisi tanpa busana. Saat ia hendak mendekat, tiba-tiba ada yang menusuk tangannya dari belakang. Diketahui kemudian, pelakunya ialah sosok misterius yang wajahnya dibalut perban berwarna merah muda.
Dalam debut film panjang pertamanya ini, Nacho Vigalondo berhasil membuat film thriller bertema time-travel dengan set yang sederhana, tapi tidak dengan naskah ceritanya. Walaupun motif tokoh Hector masuk ke dalam mesin waktu setelah aksi kejar-kejaran sebetulnya agak absurd, lamun yang terjadi di babak berikutnya jelas sangat mind-blowing.
Timecrimes tak perlu narasi serumit Predestination (2014) untuk membuat pikiran penonton kusut. Hanya dengan ide mengulang waktu sekian jam ke belakang, konflik film ini bisa jadi begitu kompleks.
Timecrimes lebih seperti film independen yang jarang disebut dalam daftar film-film terbaik bertema perjalanan waktu karena tak diperankan oleh aktor dan aktris ternama, padahal film ini sangat layak mendapat atensi lebih.
Perkataan memang bisa mengubah segalanya. Bermula dari insiden 'sepele' soal pipa air, seorang anggota partai kristiani di Lebanon dan seorang imigran muslim asal Palestina harus terlibat konflik yang berujung di pengadilan, hingga menyita perhatian nasional.
Lupakan sejenak tontonan yang melulu melibatkan karakterisasi tokoh hitam-putih, sebab film ini menyuguhkan tokoh yang abu-abu lewat karakter utama Tony dan Yasser. Seperti dalam realitas, yang sering kita dikte jahat ternyata belum tentu jahat, vice versa.
The Insult merupakan film produksi Lebanon pertama yang berhasil masuk nominasi Oscar. Film yang secara implisit mengingatkan kita tentang betapa parahnya dampak—menyimpan, memelihara, bahkan meluapkan—kebencian.
A must-see courtroom drama!
Sebagai pria dewasa berumur 42 tahun yang terlalu lama hidup sendiri, Richard (Gading Marten) sudah telanjur nyaman menjalani kesehariannya yang statis. Saat diberi tantangan oleh teman-temannya untuk membawa gandengan menjelang acara pernikahan salah satu rekannya, ia terpaksa menyetujui demi gengsi.
Upaya Richard untuk menepis rasa canggung dalam fase percintaannya yang mengalami wanprestasi, ternyata bermuara pada Love, Inc.—sebuah aplikasi kencan daring yang kemudian mengenalkannya dengan sosok Arini (Della Dartyan).
Banyak sekali elemen berani yang nekat ditampilkan oleh Andybachtiar Jusuf dalam film ini. Bukan semata adegan dewasa antara tokoh Richard dan Arini yang cukup provokatif, tetapi juga dari plot ceritanya yang begitu implisit dan kadang-kadang menyimpan makna tersirat.
Beberapa orang beranggapan kalau film ini dibayang-bayangi oleh kesuksesan Her (2013) karya sutradara Spike Jonze, sebab premis ceritanya hampir mirip. Pria yang terlalu lama kesepian, terkungkung dalam aktivitas monoton, lalu terjerumus kencan buta, hingga terjebak pada perasaan memiliki yang disubstitusi oleh perasaan hampa setelah kehilangan.
Love for Sale adalah sajian drama yang mempunyai tendensi mempermainkan perasaan penonton, in a good way. Film roman lokal yang akan tetap menarik untuk dibicarakan hingga tahun-tahun mendatang. Salah satu yang terbaik di genrenya!
It's your turn! Can you suggest me some good movies?
0 Komentar
Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!