Aku akan merekomendasikan tiga film di blog ini dan kamu boleh merekomendasikan tiga judul film lain di kolom komentar. Bisa film lama atau baru, dari negara mana pun. Kali ini kita punya film dari Afganistan, Irlandia, dan Korea Selatan.
Lebih dari setengah durasi film ini hanya mempertontonkan adegan solilokui seorang istri yang 'curhat' kepada suaminya yang sedang koma. Bisa dibilang adegan tersebut adalah representasi dari judul filmnya sendiri, The Patience Stone, yang juga merupakan alegori dari batu kesabaran (synguĂ© sabour)—batu hitam bertuah dalam legenda Persia yang diceritakan bisa menyerap penderitaan bagaikan spons.
Film produksi Iran-Perancis ini seolah ingin menyuarakan pemikiran-pemikiran perempuan yang ingin menggugat dan mempertanyakan banyak hal, diwakili oleh seorang perempuan-tanpa-nama yang terjebak dalam konflik perang di Afganistan.
Walaupun hanya didominasi obrolan satu arah, tapi penonton akan menangkap banyak sekali protes budaya dan sosial yang ingin disampaikan lewat film ini. Mulai dari isu-isu ketidakadilan yang diterima oleh perempuan di tengah masyarakat patriarki, hingga pikiran-pikiran terliar yang selama ini disimpan rapat-rapat di balik burka yang mereka kenakan.
Atiq Rahimi tahu betul pesan apa yang ingin disampaikan lewat film ini karena ceritanya diadaptasi dari novel yang ditulisnya sendiri.
Kalau kamu berpikiran terbuka dengan tontonan yang menyinggung isu feminisme, film ini jelas cocok untukmu!
Terinspirasi oleh kisah nyata penyitaan kokaina di Irlandia pada tahun 2007, film komedi ini bercerita tentang sepasang sahabat bernama Conor dan Jock, dua remaja tanggung yang memiliki kecenderungan berbuat onar. Conor MacSweeney seolah-olah duplikat diri Jock Murphy, mulai dari penampilan, celana dalam, hingga kelakuan tolol mereka yang identik.
Dengan bermodal topeng 'Fake Billy' yang menutupi wajah, Jock menjadikan mencuri sepeda sebagai passion-nya sehingga setiap hari harus kejar-kejaran dengan Sersan Healy. Sementara itu Conor harus mengeluh setiap hari karena terpaksa membantu ibunya menjual daging ikan, sementara ia hanya mengonsumsi daging ayam.
Ketika ada kabar kalau sebuah kapal penjual-obat-terlarang terbalik di lepas pantai West Cork, lalu 61 bal kokaina yang masing-masing bernilai 7 juta euro hilang, Jock dan Conor mendapat ide gila. Mereka mencuri dua sepeda untuk menempuh perjalanan ke barat dan memburu bal yang hilang.
Sempat curiga road-movie produksi Irlandia ini ceritanya akan membosankan karena hanya mengandalkan dua tokoh utama setipe Harold & Kumar, tidak seperti Little Miss Sunshine (2006) atau We're the Millers (2013) yang tokohnya lebih plural dengan masing-masing karakter yang beragam menggaris disfungsi untuk menambah subkonflik. Ternyata kenaifan Jock dan Conor yang bersepeda sejauh 160 Km sudah cukup membuat film ini menghibur.
Didukung dengan penyutradaraan dan naskah yang rapi oleh Peter Foott, membuat The Young Offenders tidak sekadar jadi film remaja urakan tanpa makna, tetapi juga menjadi tontonan yang segar sekaligus berakhir hangat. Favorit!
Genre: Drama, Mystery |
BURNING (2018)
Lee Jong-soo (Yoo Ah-in), seorang pria yang bercita-cita menjadi penulis novel meski masih terjebak dengan pekerjaan kasar dengan upah kecil, suatu hari bertemu dengan seorang gadis sekaligus tetangganya di masa kecil, Shin Hae-mi (Jeon Jong-seo). Awalnya Jong-soo tidak ingat, tapi Hae-mi bersikeras kalau mereka dulunya berteman akrab bahkan Jong-soo sering kali mengejek Hae-mi dengan memanggilnya "jelek".
Lee Jong-soo (Yoo Ah-in), seorang pria yang bercita-cita menjadi penulis novel meski masih terjebak dengan pekerjaan kasar dengan upah kecil, suatu hari bertemu dengan seorang gadis sekaligus tetangganya di masa kecil, Shin Hae-mi (Jeon Jong-seo). Awalnya Jong-soo tidak ingat, tapi Hae-mi bersikeras kalau mereka dulunya berteman akrab bahkan Jong-soo sering kali mengejek Hae-mi dengan memanggilnya "jelek".
Pertemuan itu ternyata membuat keduanya semakin intim. Hae-mi mengajak Jong-soo ke flat miliknya, lalu mereka bercinta di sana. Berlanjut dari kedekatan itu, Hae-mi meminta Jong-soo untuk menjaga kucing imajiner piaraannya karena dalam waktu dekat ia akan pergi ke Afrika.
Menjaga kucing sebetulnya hanya satu hal dari banyak hal yang harus Jong-soo tangani. Ayahnya, peternak sapi di pedesaan yang tidak begitu jauh dari perbatasan Korea Utara, baru saja dibawa ke pengadilan atas tuduhan memukuli pejabat lokal, dan itu berarti Jong-soo harus mengurus pekerjaan ayahnya yang terbengkalai. Selain itu, masih ada hal-hal elusif lain di sekeliling Jong-soo; seperti gangguan telepon dari orang misterius, suara keras siaran propaganda dari Korea Utara, koleksi benda tajam di lemari ayahnya, hingga kehadiran pria tajir bernama Ben (Steven Yeun) yang dikenalkan Hae-mi sepulangnya dari Afrika.
Burning memang bukan film thriller yang menggebu-gebu, tetapi drama misteri penuh metafora dengan alur yang pelan. Durasi dua setengah jam yang berjalan dengan tenang dan penuh ambiguitas.
Film ini diangkat dari cerpen karya penulis Jepang terkenal, Haruki Murakami, yang berjudul "Barn Burning". Disutradarai oleh Lee Chang-dong (Peppermint Candy, Poetry) dengan sinematografi yang apik oleh Hong Kyung-pyo (Snowpiercer, Tae Guk Gi, The Wailing).
It's your turn! Can you suggest me some good movies?
2 Komentar
Hmmm rekomendasi tiga judul ya? Kayaknya film2 yang kutonton udah pernah kang rido tonton juga. Soalnya referensiku kebanyakan yang populer sih. Tapi boleh nih dicoba: SLC Punk (1998), Ready to Rumble (2000), The Wrestler (2008).
BalasHapusHumble sekali kamu, Kang. Itu tiga film yang disebut malah belum pernah kutonton semua. Oke, masukin watchlist dulu. Telimikici!
HapusSilakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!