Seperti anak tetangga yang bisa dilihat tumbuh-kembangnya karena rumahnya dekat dengan kediaman kita, atau ibarat seorang chef yang mengundang kita ke dapurnya untuk melihat proses memasak sebuah menu baru, seperti itulah kira-kira koneksitasku dengan novel satu ini.
Waktu itu sekitar bulan September 2014, Mbak Anggun menawariku untuk membaca draf mentah novel keduanya. Karena sebelumnya sudah telanjur jatuh hati dengan novel debut beliau yang berjudul After Rain, dengan senang hati aku langsung sedia untuk jadi salah satu pembaca pertama calon novel tersebut. Novel yang akhirnya diterbitkan dengan judul Perfect Pain ini.
Masih dengan kemasan roman depresi seperti After Rain, tapi Perfect Pain lebih kelam lagi. Mungkin karena tema yang diangkat agak berat, yaitu... KDRT. Tema yang cukup jarang diangkat dalam novel roman.
Seperti lazimnya seorang wanita yang sudah menikah, Bidari—yang biasa disapa Bi—memimpikan sebuah keluarga baru yang harmonis di mana ada suami yang mencintai, melindungi, dan jadi sandaran untuk dirinya dan anaknya. Tapi, kenyataan kadang jauh dari harapan. Ada yang berubah dari Bramawira Aksana. Lelaki itu jadi penyumbang luka untuk Bi, rutin melukis memar di wajah Bi, dan membuat tubuh Bi seolah-olah samsak yang lumrah jadi tempat pukulan tangan mendarat. Karel-lah yang jadi satu alasan untuk Bi bertahan. Belum lagi, setiap Bram sadar dari 'sesatnya', ia akan datang pada Bi untuk mengemis maaf.
"Ada yang dahsyat dari sebuah maaf. Meluruhkan kemarahan. Membasuh habis kesedihan."
Tentang kenapa Bi tetap bertahan dengan Bram, bukan tanpa alasan. Selain demi anak semata wayangnya, Karel, masa lalu dan hubungan yang kurang harmonis dengan orangtuanya justru terasa logis ketika Bi merasa tidak ada lagi tempat untuknya pulang. Kehadiran sosok Shindu yang bak 'pahlawan' juga nggak serta-merta membuat Bidari cepat berpindah hati, walaupun tentu interaksi keduanya paling ditunggu-tunggu pembaca karena di sinilah poin romansanya dimulai. Atau faktor lain pendukung cerita seperti setting Rumah Puan—tempat penampungan korban KDRT—yang membuat konflik kian dalam dan kompleks. Hal-hal semacam itulah yang membuat kisah di novel ini lebih rumit daripada pikiran seorang cewek yang memakai lipstik seharga 500K, tapi rela bibirnya tersapu minyak gorengan. Sungguh persoalan pelik.
Hampir sama seperti tulisan-tulisan penulis yang pernah kubaca, aku selalu suka cara Mbak Anggun membangun plot cerita; rapi dan runut. Hampir nggak ada sub-konflik, jadi fokus ceritanya nggak ke mana-mana. Karakter yang muncul juga menjalankan 'tugasnya' dengan baik, (rasanya) tokohnya nggak ada yang mubazir.
Dengan tema yang diusungnya, novel ini bukan sekadar menggambarkan bahwa perempuan adalah kaum yang lemah, tapi lebih cenderung kepada bagaimana cara perempuan untuk survive dan lepas dari belenggu pesakitan itu sendiri.
"Perempuan itu saling menguatkan."
Bagi pembaca yang menyukai cerita penuh kegetiran, Perfect Pain harusnya jadi bacaan yang pas.
___________________________
[GIVEAWAY]
Ada satu eksemplar Perfect Pain gratis dari GagasMedia buat kamu!
Baca ketentuannya, ya~
1. Follow blog ini lewat Google Friend Connect (lihat sidebar sebelah kanan)
2. Follow akun Twitter @ridoarbain (karena pemenang akan diumumkan di situ)
3. "Berikan pendapatmu tentang kasus KDRT!" Tulis jawabanmu di kolom komentar, dengan mencantumkan nama, akun Twitter, dan kota tempat tinggal.
Gampang, kan? Giveaway ini berlangsung hingga 18 Desember 2015. Pemenangnya nanti akan di-mention langsung di Twitter.
Good luck!
Baca ketentuannya, ya~
1. Follow blog ini lewat Google Friend Connect (lihat sidebar sebelah kanan)
2. Follow akun Twitter @ridoarbain (karena pemenang akan diumumkan di situ)
3. "Berikan pendapatmu tentang kasus KDRT!" Tulis jawabanmu di kolom komentar, dengan mencantumkan nama, akun Twitter, dan kota tempat tinggal.
Gampang, kan? Giveaway ini berlangsung hingga 18 Desember 2015. Pemenangnya nanti akan di-mention langsung di Twitter.
Good luck!
21 Komentar
Saya tidak pernah melihat atau mendengar langsung kekerasan dalam rumah tangga. Beruntungnya saya tinggal dan dibesarkan di lingkungan yang mudah-mudahan selalu mengasihi satu sama lain, jd ketika hrs memberikan komentar mengenai KDRT sedikit agak bingung. Membaca ceritanya pun tidak pernah, tetapi saya sudah cukup banyak menonton sinetron yg dimana mengangkat tema KDRT. Kasus KDRT ini memang cukup lazim terjadi khususnya menimpa kaum hawa, tdk ada yg bisa mencegah ketika sebuah emosi yg begitu dalam mengeluarkan seluruh isinya kedalam bentuk pukulan yang sangat kuat bahkan bukan hanya penyiksaan secara fisik tetapi juga yang lebih parahnya menyiksa secara mental. Saya pikir kasus seperti ini bukan hanya terjadi di lingkungan sebuah keluarga, memang namanya- kekerasan dalam rumah tangga, tetapi kerap kali saya mendengar isu-isu bahwa KDRT ini jg bisa saja terjadi didalam sebuah ikatan percintaan anak ABG. Saya pikir kasus seperti ini akan merugikan kedua pihak. Ya pihak pertama pasti akan dikenakan tindak pidana sesuai hukum yg berlaku sedangkan pihak kedua akan mendapatkan tekanan psikis yg begitu mendalam, walaupun luka pukulan sudah kering tapi apakah luka yg menyayat hati begitu dalam akan ikut kering jg? Tidak! Keduanya sama akan ruginya. Terkadang seseorang yg melakukan tindak KDRT tidak menyadari kelakuannya, itu disebabkan oleh berbagai faktor. Menurur saya, dalam kasus ini tidak ada yg bisa disalahkan. Saya yakin ada sebab musabab dari ini semua, tidak ada api jika tidak ada yg membakarnya terlebih dahulu. Maka dari itu yuk kita saling menjaga satu sama lain.
BalasHapusAgnes/@its_nessie/Tangerang
Nama: Evita
BalasHapusTwitter: @evitta_mf
domisili: Jogja
Q: Berikan pendapatmu tentang kasus KDRT!
A: Sedih sekali setiap kali dengar kasus KDRT yang kebanyakan korbannya itu wanita. Sebagai seorang wanita saya selalu merasa geram kalau sampai wanita diperlakukan kasar bahkan sampai dilukai begitu. Lebih geram lagi sama wanita-wanita yang pasrah-pasrah aja dipukuli, dikasari, atau diperlakukan semena-mena oleh suami mereka, tapi bodohnya cuma diam saja, nggak ada inisiatif untuk melaporkan ke polisi atau setidaknya bicara dengan orang lain yang mengerti dan dapat dipercaya bisa membantu masalah KDRT yang sedang menimpanya. Kadang diam itu bukan solusi, ada banyak hal yang nggak bisa diselesaikan dengan diam saja.
Ketika ada masalah, kalau bisa dibicarakan, kenapa tangan atau kaki yang mesti melayang? Orang terpilih yang menjadi pendamping hidup pada akhirnya kenapa justru disakiti? Sebenarnya tujuan menikah apa sih? (Gemes kalau denger kasus KDRT)
BalasHapusKetika menikah, tujuan kebanyakan orang, kurasa adalah untuk membesarkan anak, iya kan? Tidak semua orang paham bahwa children see children do. Anak-anak belajar dari orang tuanya. Yang paling dekat dengan mereka. Lantas apa yang akan terjadi kalau orang tua, orang yang paling dekat aja udah bermasalah? Bisa diprediksi kan?
Penyebab kasus KDRT mungkin beranekaragam, dan asumsiku ketika kita sudah paham pasangan, kurasa KDRT bisa dihindari.
Ketika udah menikah, aku yakin lelaki yang jadi pacar kita berbeda jauh. Maksudnya sedalam-dalamnya kita paham pacar kita seperti apa, pasti nanti ketika sudah serumah ada hal-hal baru yang bikin jengkel. Hal kecil, bisa jadi masalah besar. Jadi salah paham. Saling menyalahkan, yang kuat yang dominan, dan jadilah tangan melayang...
Jadi, aku bukain catatan ya girl. Ada beberapa pertanyaan yang bisa memberi gambaran, nanti setelah menikah pacar kita seperti apa, ini pertanyaan untuk lelaki ya...
1. Setelah menikah kita tinggal di mama? Di rumah sendiri ataukah di pondok indah mertua?
2. Kalau punya anak, sejauh mana peran mantan pacar ini, Kalau nggak ada pembantu dan istri lagi nggak bisa pegang anak, suami mau nggak bersihin pup anak?
3. Urusan domestik. Harus istri yg ngerjain? Apa boleh punya pembantu?
4. Sejauh mana kita (perempuan) boleh keluar rumah. Boleh nggak istri kerja? Atau sesekali punya me time bareng geng, tanpa anak tanpa suami tentunya.
5. Yang terakhir, mau nggak belajar bareng-bareng ngurus anak?
He he maaf ya panjang. Tapi justru itu, dari jawaban-jawaban itu, kurasa semua masalah setelah pernikahan terurai. Dari jawaban-jawaban itu, istri bisa paham bagaimana bekas pacar nantinya ketika hidup bersama serumah.
Kalau sudah kegambar bagaimana masing-masing pasangan, kemudian mau saling memahami, semoga nggak ada kasus KDRT lagi ya...
Meliya Indri - @MeliyaIndri - Semarang
KDRT = keadaan menyakitkan yang membuat dilema salah satu partikel pasangan, atau kadang malah keduanya.
BalasHapusAA. Muizz/@aa_muizz/Sidoarjo
Nama: Kiki Suarni
BalasHapusTwitter: @Kimol12
Kota: Batubara-Sumut
Jawaban:
Pertama mungkin aku akan menjelaskan defenisi dari KDRT itu sendiri yaitu Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).*Wikipedia
Nah, mengacu pada penjelasa tersebut, kasus KDRT ini terjadi karena berbagai sebab, dan kadang itu hal yang sepele. Pemahaman yang dangakal tentang kesetaraan gender, laki-laki menganggap wanita lebih lemah, bahkan sampai isu pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dapat memicu gampangnya terjadi KDRT. Sebagai seorang wanita, tentu aku sangat menentang prilaku KDRT! Menurutku paradigma kolot tentang kesetaraan gender dan lainnya itu udah gak jaman. Ibu Kartini telah tegas memperjuangkan hak wanita yang memang setara dengan kaum Adam. Dan aku berharap bahwa kasus KDRT yg sangat merugikan wanita, anak atau siapa pun yang mengalaminya harus dibawa ke ranah hukum. Dan pelaku dihukum sepantasnya. Ini bukan lagi masalah internal, dalam lingkup rumah tangga karena sudah ada unsur penyiksaan yang jelas merugikan HAM org lain.
Memang di berita yang kita tonton sudah banyak yang melaporkan kasus KDRT dan pelakunya juga dapat hukuman. Tapi, aku percaya, bahwa diluar sana, masih sangat banyak kasus KDRT baik korbannya wanita atau anak yang tidak berani melapor karena rasa takut, malu dan mungkin adanya ancaman yang membuat korban bungkam. Ibarat gunung es yang menjulang tinggi.
So, marilah kita perjuangkan hal ini. Memberikan aksi nyata dengan cara mengedukasi masyarakat di lingkungan kita tentang pemahaman KDRT sebagai suatu tindak kriminal dan berani untuk melaporkannya. Dan jika kita mendengar atau melihat langsung kasus KDRT, Maka kita harus melaporkannya. STOP KDRT!
Wah, panjang bgt yah? Hehhehe...tapi emang itulah pandanganku tentang KDRT.
Terima Kasih
KDRT = Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
BalasHapusKebanyakan dialami oleh istri walaupan ngga menutup kemungkinan, bisa dialami jg oleh pihak suami. KDRT tidak bisa ditolerir, apapun alasannya. Karna segala persoalan bisa diatasi dan dicari jalan keluar tanpa harus ada penyiksaan baik secara mental ataupun fisik(main tangan).
Biasanya terjadi karna kurangnya komunikasi antar pasangan, kurangnya kematangan dalam berumah tangga, faktor ekonomi yg kurang memadai, kurangnya toleransi, kurangya penerimaan antar pasangan, dan kurangnya pemahaman tentang tanggung jawab masing2 setelah menikah. Beberapa hal diatas bisa memicu terjdinya KDRT, yaa walaupun bisa jadi ada faktor lain sih.
Karna kasus satu ini sangat merugikan terutama bagi wanita, utk itu mari kita membuka mata lebar-lebar. Kasus ini sebetulnya banyak sekali bertebaran di sekitar kita.
Tolak KDRT, Laporkan pelaku KDRT, Lindungi korban KDRT. *alaala orasi*
Cahya Widyastutik / @cahyawid / Gresik
HapusDias Shinta Devi
BalasHapus@DiasShinta
Bogor
menurutku seharusnya KDRT nggak perlu terjadi. kenapa harus menyakiti kalau memang mencintai?
kenapa berani berikrar kalau harus ingkar?
seharusnya hal itu nggak pernah terjadi, karena mau bagaimanapun juga kekerasan dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun tak bisa ditoleransi.
selain sakit secara fisik, KDRT itu merendahkan martabat wanita, merusak sisi psikologis dan merusak segala bentuk kehidupan di mata korban.
seringnya memang cinta mampu membuatnya bertahan dan menolak melepaskan, tapi seharusnya cinta sadar bahwa luka dalam bentuk apapun itu tak mampu terobati sempurna.
mari bantu lindungi hak wanita! :)
Nama : Ria Monica
BalasHapusTwitter :@Riamonic23
Domislili : Jakarta
Kita pasti sudah tidak asing lagi mendengar yg namanya KDRT atau Kekersaan dalam rumah tangga, karena banyak sekali media masa yg memberitakan kasus ini.biasanya wanita(istri) lah yg paling rentan mengalami KDRT ,bahkan pihak laki (suami ) dan seorang anak pun tak luput dari kasus ini. KDRT marak sekali terjadi belakangan ini , saya sendiri sebagai seorang perempuan merasa sangat miris sekali apalagi saya pernah melihat kejadian itu secara langsung seorang suami dengan tega memperlakukan kasar terhadap istrinya walapun tak nampak kekersaan fisik tapi saya yakin istri trsbut mengalami kekesarasan psikologis dari ucapan kasar suaminya, betapa miris dan prihatin kejadian itu terjadi di depan umum , tapi apa yg saya lihat saat itu ? orang2 disekitar hanya melihatnya saja tanpa melakukan tindakan, mungkin masyarakat masih mnganggap itu masalah intern dalam sebuah rumah tangga yg orang lain tak bisa mencampurinya . Nah itupun faktor yg membuat KDRT marak terjadi berulang kali di samping itu juga fenomena masyarakat bahwa menceritakan keburukan atau tindak kekerasan yang di lakukan oleh suami sendiri adalah seperti membuka aib keluarga sendiri pada hal kita ketahui bersama bahwa tindakan suami tersebut merupakan suatu tindakan kriminal. padahal dalam peraturan perundang undangan di indonesia tak luput mengatur dan tidak segan untuk mempidanakan pelaku tindakan KDRT contohnya UU No.23 tahun 2004 mengenai penghaphapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Nama: Maggie
BalasHapusTwitter: @Miieruu
Domisili: Tangerang
Berikan pendapatmu mengenai kasus KDRT!
Hmm... bingung saja sih sama mereka2 yang melakukan kasus KDRT. Entah matanya ditutup oleh setan sehingga tidak dapat membedakan mana yang benar dan salah, atau... Atau, sepertinya memang cuma itu penyebabnya. Tidak cinta lagi dengan pasangan pun bukan berarti harus main kasar (baik secara fisik ataupun psikis). Kan pada dasarnya kita harus menghormati sesama manusia. Mau pasangan kita kek atau orang asing, wanita, pria, tua, muda, ya tetap harus dihormati. Jadi seharusnya KDRT itu tidak pernah ada...
Menurut pendapatku, pelaku KDRT itu mengalami gangguan jiwa...
Jadi, bukan hukuman penjara atau fisik yang ia butuhkan, melainkan pengobatan dari psikiater untuk memahami alasan dibalik tingkahnya, dan meluruskan berbagai hal kepadanya.
Memang tidak mudah, tapi aku rasa pelaku KDRT harus diberi kesempatan untuk berubah. Karena aku percaya bahwa pada dasarnya semua manusia itu baik. :)
Ananda Nur Fitriani
BalasHapus@anandanf07
Bogor
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sesuatu yang pastinya tidak baik. Ada suami yang melakukan kekerasan kepada istri maupun anaknya. Atau ibu yang melakukan kekerasan kepada anaknya. Bahkan ada juga anak yang mencelakai orangtuanya.
Mengapa bisa seperti itu? Mengapa bisa melakukan pernikahan yang suci lalu melakukan perbuatan keji? Katanya cinta?
No. Menikah belum tentu saling mencintai. Tapi ada juga yang tidak saling mencintai namun bisa menjalani pernikahan dengan baik. Lalu kenapa?
Semuanya karena rasa emosional kita. Jika kita melakukan pernikahan dengan cinta, namun rasa cinta itu kalah dengan rasa emosional kita sendiri, maka rasa cinta itu menjadi tidak ada gunanya. Ada atau tidaknya masalah dalam rumah tangga, jika kita tidak dapat mengendalikan rasa emosional kita, maka tetap saja pernikahan tidak akan berjalan dengan baik. Hingga dapat menimbulkan KDRT.
Maka dari itu, KDRT harus ditindak dengan tegas! KDRT berdampak tidak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung: anggota keluarga mendapatkan luka akibat kekerasan tersebut. Secara tidak langsung: anggota keluarga yang mendapat kekerasan ataupun yang tidak akan merasakan trauma atau down mental yang berdampak untuk kedepannya.
Untuk yang sudah menikah, haruslah bisa mengendalikan rasa emosional yang dimiliki. Jangan sampai berdampak kepada rumah tangganya. Perbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, supaya hati menjadi lembut. Dan untuk yang belum menikah, persiapkanlah diri terlebih dahulu. Perbaiki apapun yang kurang dalam diri kita, supaya mampu memberikan yang terbaik untuk sang istri / suami dan anak-anak nantinya :)
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) memang sangat marak sekali terjadi. Saya sangat-sangat prihatin terhadap perilaku tersebut. Terlebih KDRT bukan hanya melibatkan istri sebagai sasaran, tetapi juga anak-anak mereka. Namun yang perlu digarisbawahi dari perilaku ini, ternyata ada lima faktor penting yang harusnya menjadi pertimbangan dan sangat perlu dibenahi tata letaknya, diantaranya:
BalasHapus1. Tidak adanya kematangan dalam berumah tangga; Kesiapan mental dan fisik sangat harus diperhatikan sebelum membina kehidupan berumahtangga. Seringkali ditemui pernikahan dengan kategori "DINI." Yang kadar emosinya masih terlalu meledak-ledak hingga pada akhirnya berujung pada ketidaksinkronan dalam rumahtangga.
2. Faktor ekonomi yang tidak stabil; Selain faktor fisik dan kejiwaan, faktor ekonomi juga sangat mendominasi terjadinya KDRT. So, nggak cukup nikah cuma modal cinta doang. Tapi juga perlu modal uang XD.
3. Tidak adanya kesepahaman antara kedua belah pihak; dalam berumahtangga kesepahaman dalam berbagai hal harus selalu diterapkan. Jangan pernah memposisikan "EGO" di atas segalanya. Karena keutuhan rumahtangga merupakan tanggungjawab bersama. Maka dari itu, hendaknya di kedua pihak saling memahami, menerima segala kekurangan juga kelebihan pasangan.
4. Kurangnya toleransi; Jangan "Miss Tolerant" tehadap pasangan. Pasangan bukan untuk dikekang. Tapi beri kebebasan dalam mengekspresikan cintanya terhadap kita, Ok.
5. Tidak paham akan tanggungjawab masing-masing; Seorang suami harus tahu tanggungjawabnya sebagai suami. Begitu pula sebagai istri. Intinya, menempatkan tanggungjawab di posisi yang tepat dan tetap, dahulukan tanggungjawab baru kemudian menuntut hak.
Terakhir, sebagai perbaikan jika KDRT kerap terjadi, ada baiknya menelaah dan memprospek kembali lima hal di atas. Jangan langsung men-judge perilaku tersebut hanya perilaku buruk bawaan dari pasangan. Mungkin saja lima hal di atas belum terpenuhi secara baik dan benar. Koreksi semua untuk kebaikan bersama!
Nama: Didi Syaputra
Akun Twitter: @DiddySyaputra
Kota Tinggal: Tembilahan, Riau
Terima kasih!
KDRT ; kondisi yang menjadi indikasi bahwa ada yang "salah" di dalam rumah tangga tersebut.
BalasHapus"Salah" tersebut dapat ditengarai oleh banyak hal, namun alangkah baiknya 'salah-salah' tersebut tidak disikapi dengan tindakan fisik yang menyakiti pasangan.
Apabila KDRT telah terlanjur terjadi, gak ada kompromi untuk mendiamkannya atau menolerirnya demi alasan anak. Karena takutnya jika para korban berusaha menutupinya, pelaku akan merasa aman untuk terus dan terus mengulangi perbuatannya.
btw, pertanyaannya mirip soal kuis waktu kuliah dulu :P
Indriani | @ryanie31 | Tangerang
BINTANG PERMATA ALAM / @Bintang_ach / Ngawi, Jawa Timur
BalasHapus.
Pendapat, kan ya?
Ok, pendapatku, nggak usah pakai panjang lebar. Cukup miris, dan prihatin juga sebenarnya. Prihatin karena masih ada saja manusia yang menghancurkan kebahagaiaan, bahkan kebahagiaannya sendiri. Sungguh miris. Ada baiknya sebuah hubungan harus dilandasi 'atas nama Tuhan'. Insyaallah, ke depannya juga selalu dalam lindungaNya.Sudah, itu saja :)
.
Thanks
Nama : Pratiwi Putri
BalasHapusAkun Twitter : @tiwikkputri
Kota : Singaraja, Bali
Entah darimana 'kekerasan' itu bisa muncul dibumi ini. Apalagi di sebuah ikatan yang berlandaskan sakralnya cinta, dan kasih sayang seperti sebuah rumah tangga pernikahan. Melihat dua orang yang sudah memilih untuk saling menyempurnakan tulang rusuk mereka satu sama lain dan kini saling caci, maki, hujat, dan berakhir dengan kekerasan fisik, sudah pantas terlintas dari pikir seorang anak 'apa pernah ada cinta disana?'. Dan bagi seorang anak, itu adalah keraguan yang jelas butuh penjelasan.
Orang tua sering berkata bahwa 'bertengkar itu biasa, nak', tapi apa masih ada pembenaran bahwa bahkan cinta dan kasih sayang yang dielu-elukan menjadi alasan sebuah pernikahan juga tak mampu untuk meredamnya? bahkan minimal untuk mendudukkan keduanya dan sama-sama mencari solusi demi kedamaian bersama (termasuk anak-anak) ? Apa disaat masalah, kerumitan, dan keputus-asaan datang, penyelesaiannya hanya dengan melampiaskan ketidakmampuan mengatasi hal tersebut kepada seorang terdekat?
Aku tak tahu apa mungkin aku saja yang mengalaminya atau anak lain diluar sana juga, tapi setiap mendengar orang tua sedikit saja mengeraskan volume suara saat berbincang, tubuh ini seketika bergetar, takut, dan gigi terkatup ingin tak terlihat terguncang. Apalagi nanti sampai terkoar kata kasar dan berakhir kekerasan yang terlihat didepan mata seorang anak? Apalagi yang bisa digambarkan situasi anak saat itu lebih dari kata 'terguncang'?
Ini baru 'melihat', belum lagi kalau anak dilibatkan di kekerasan tersebut.
Mungkin setiap orang tua harus memikirkan hal ini. Setidaknya saat emosi sudah menguasai sedikit saja kesadaran, tolong berpikirlah dengan sisa kesadaran yang ada;'Apa ini pantas untuk seseorang yang aku cintai? Orang yang juga mati-matian mencitaiku dan menyerahkan hidupnya untuk dihabiskan bersamaku?'. Tolong libatkanlah cinta dan kasih itu sebelum emosi membenamkannya degan keji. Dan satu lagi, sebelum niat melakukan kekerasan satu sama lain itu benar-benar menguasai diri kalian (orang tua), coba bayangkan bahwa kalianlah yang menjadi seorang anak saat itu. Apa yang akan kalian rasakan?
Terimakasih.
Nama : Nova Indah Putri Lubis
BalasHapusTwitter @n0v4ip
Domisili : Medan
Bagi saya kasus KDRT itu sama dengan perselingkuhan. Dua-duanya enggak ada yang baik dan jelas sangat merugikan si korban. KDRT itu akan terus berulang seperti lingkaran setan.Si pelaku KDRT akan terus melakukan kekerasan tanpa pernah bosan dan tanpa merasa bersalah sekalipun dan cara terbaik melawan KDRT adalah dengan melawan nya balik. Karena menurut saya, pelaku KDRT bisa leluasa melakukan kekerasan krn merasa korban tidak akan pernah berani melawan. Jadi jika kita menunjukkan perlawanan padanya, kita bisa memberi pelajaran pada si pelaku bahwa kita tidak pantas diperlakukan demikian dan bahwa kita bukan makhluk yg lemah yang. Dengan melawan balik bisa memberikan efek jera pada si pelaku. Tapi bukan bearti kita akan jd sama seperti si pelaku, perlawanan kita hanyalah bentuk perlindungan diri.
Terima kasih ^^
Febriyansyah
BalasHapus@a_febriyansyah
Palembang
KDRT: korbannya bisa kaun Hawa maupun Adam dan KDRT bisa secara fisik dan batin.
Ketika cinta atau dengan alasan mempertahankan cinta dibayar dengan kekerasan. Menurutku KDRT terjadi karena minimnya "bank perlakuan"seseorang terhadap pasangannya. Tidak tahu cara membalas nasabah yang rajin menabung pada pemilik "bank perlakuan". Hasilnya, yang ditunjukkan sebagai rasa balas budi kepada nasabah karena telah percaya pada sang pemilik "bank perlakuan" adalah perlakuan yang kurang tepat, kekerasan contohnya. Miris. Jika saja "bank perlakuan" yang Ia punya banyak. Maka Ia akan punya banyak pilihan bagaimana cara memperlakukan seseorang dengan baik. Bagaimana memperlakukan pemberi cinta dengan benar. Tq
Bagiku KDRT tidak sesempit hanya pada soal fisik. Kekerasan dalam rumah tangga pun menurutku tidak hanya dari si lelaki yang menjadi pihak bersalah. Kekerasan dalam rumah tangga menurutku tidak hanya melulu soal siksaan fisik, melainkan siksaan batin juga. Seorang istri yang lebih sering keluar tanpa mengurus anak dan suami, menurutku itu termasuk kekerasan karena sudah menelantarkan keluarganya. Istri mau pun suami yang tega berselingkuh juga termasuk kekerasaan, kekerasan terhadap hati. Siksaan batin. Karena seharusnya sepasang suami istri saling menjaga perasaan pasangannya, memuliakan pasangannya. KDRT merupakan indikasi bahwa suatu rumah tangga tidak bisa dipertahankan lagi. Jika tetap bertahan itu bukan hanya menyakiti pasangan, melainkan menyiksa diri sendiri karena membiarkan dirinya terkungkung dalam tekanan batin dan fisik terus-terusan.
BalasHapus***
Nama: Aya Murning
Twitter: @murniaya
Kota: Palembang
Bagi saya KDRT seperti buah simalakama baik bagi yang disebut korban maupun pelaku. Pasti rasanya sulit untuk memutuskan bertahan atau melepaskan seseorang yang (biasanya) berhubungan karena berlandaskan perasaan sayang/ cinta yang kemudian bermuara kepada kekerasan baik fisik maupun mental.
BalasHapusPermasalahan juga tidak sesederhana siapa yang salah dan siapa yang benar karena menjadi korban.
Siapapun korban dan pelaku KDRT saya rasa layak mendapatkan pendampingan orang ketiga agar kehidupan ke depan lebih baik.
Nama: Lusianti
Twitter: @lusiantii
Kota: Yogyakarta
Halo. Terima kasih untuk semua yang sudah berbagi opininya.
BalasHapusGiveaway sudah DITUTUP dan pemenangnya sudah diumumkan di Twitter.
Salam.
Wah jarang banget nih yang bahas KDRT begini. Fresh dan cocok buat dibaca ujan-ujan begini. \:p/
BalasHapusSilakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!