Memutuskan beli buku ini karena kenal beberapa nama penulisnya dan sebagai selingan bacaan di antara tumpukan currently-reading yang semakin nggak manusiawi. Niatnya selingan, tapi malah tamat dibaca duluan. Sepeti kata orang bijak: pembaca hanya membaca, tulisan yang dibaca yang menentukan.
When I first read the blurb, I thought this one would be extremely good short stories collection 'cause there are some familiar writers who have published theirs novel. But... I was wrong. It was good, perhaps, a little amount of, and that's it. Nothing so special, though some stories contained a really good moral value.
Dari total 16 cerpen di dalam buku ini, aku (cuma) suka setengahnya. Selain nggak suka karena alasan selera, alasan kurang suka lainnya karena: ada cerpen yang datar dan malah lebih mirip curhatan di personal blog, ada yang pakai PoV 1 tokoh cowok tapi narasinya cenderung cewek banget, ada cerpen yang intro-nya panjaaaang tapi timpang dengan ending, ada juga yang memasukkan adegan cium-bibir-dikit yang aduh... padahal di sampul depan bukunya ada label "teens spirit".
Omong-omong soal sampul, aku suka sampul buku ini yang latarnya putih polos dan ada karakter chibi-nya, walaupun alih-alih kelihatan kayak anak sekolah malah lebih mirip sekumpulan personel JKT48. Hoy~hoy~hoy!
*disambit lightstick*
Karena di atas sudah kasih alasan kenapa nggak suka, berarti harus mengulas cerpen yang disuka. Baiklah.
Tanpa bermaksud mengotak-kotakkan mana cerpenis senior dan mana cerpenis pemula, aku harus bilang kalau aku suka semua cerpen yang ditulis oleh Guntur Alam—yang kebetulan jadi project leader—di kumcer ini. Tiga cerpennya masing-masing mempunyai plot yang menarik. Pangeran Cinta di Bus Kota ditulis dengan premis sederhana, cewek yang bertemu dengan cowok di bus kota dan langsung jatuh hati. Agak klise, tapi alur 'kebetulan' digarap dengan halus dan diakhiri dengan manis. Warna Keberuntungan Maura walau dibuat dengan ending menggantung, tapi ide ceritanya cukup unik—tentang dua cewek yang optimis dan skeptis menanggapi ramalan 'orang pintar'. Begitu juga dengan cerpen Cerita Tentang Hujan yang ditulis serupa narasi surat yang berakhir kesedihan.
Aku juga menandai beberapa cerpen lain sebagai favorit. Waktu Hujan Reda yang ditulis oleh Ria Destriana, mengangkat ide permainan "Truth or Dare" ditulis dengan alur yang manis. Walau agak too sweet to be true, tapi tetap suka. Detention karya Mel Puspita, tentang murid cewek biasa yang berhubungan dengan cowok bernama Be, ending-nya nggak ketebak. Aku juga suka teka-teki di cerpen Love Code-nya Karina Indah Pertiwi. Cerpen yang paling memorable itu Dongeng Bunga Matahari yang ditulis oleh Anggun Prameswari. Suka dengan korelasi antara puisi, bunga matahari, dan mentari yang menambah ironi tokohnya, apalagi dengan ending yang nggak ketebak. Oh, satu lagi, aku suka narasi puitis khas Faisal Oddang di Surat Malala.
Love at School mungkin bisa direkomendasikan buat adik-adik yang masih sekolah, dengan catatan: jangan tiru adegan murid cowok cium-bibir-dikit murid cewek yang tertidur di perpustakaan karena kecapekan baca buku.
Ingat pesan mamak-bapak, sekolah tempat b e l a j a r !
4 Komentar
Jadi pengen beli :D
BalasHapusWuah ada adegan cium bibirnya juga :D
BalasHapusmungkin karena emang terlalu semangat nulisnya kali ya, jadi sampe nulis nyelipin adegan ciumannya juga.
Walopun bikin gue penasaran sama isinya, kayaknya gue tetep belum ada niat buat beli ini buku. Namanya buku antologi seringnya antara tulisan yang satu dengan tulisan yang lainnya gak seimbang. ada yang keren banget, ada yang garing banget.
Dan gue udah sering ngerasain beli buku antologi, malah gak sreg... tulisannya sering bikin gue gak baca sampe selesai. Ya, mungkin ini masalah selera aja sih. hehe
Betul. Namanya baca buku kumpulan tulisan, pasti ada yang suka dan ada yang nggak. Balik ke masalah selera.
Hapussampulnya lucu. ngelihat reviewnya sih belum pengin beli. katanya dari 16 hanya setengahnya yang suka.
BalasHapusSilakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!