[Review] Diary Princesa — Swistien Kustantyana

Baru kali ini baca teenlit tapi serasa nggak baca teenlit. Mungkin karena tema remaja yang diangkat di novel ini agak serius: bipolar disorder.


Judul : Diary Princesa
Penulis : Swistien Kustantyana
Penerbit : Ice Cube (KPG)
Tahun terbit : Februari 2014
Cetakan : Pertama
Tebal : 260 hlm
ISBN : 978-979-91-0679-7

"Menurutmu kenapa Aksel menyukaiku?" aku melemparkan pertanyaan cheesy kepada Sisil.  Sisil tertawa. 
"Kamu ingin mendengarkan pujian terus ya hari ini? Tentu saja karena Princesa itu cantik, pintar, dan baik hati."
Aku tertawa mendengar jawabannya. Seandainya saja Sisil tahu, aku mengharapkan jawaban lain kenapa Aksel menyukaiku. Jawaban yang tidak standar. Seperti jawaban milik Nathan.

Princesa atau akrab dipanggil Cesa adalah cewek yang penuh percaya diri. Dia tahu kalau dia itu cantik, pintar, populer, dan banyak yang naksir. Cesa bisa saja memilih cowok mana pun untuk dijadikan pacar, enggak bakal ada yang nolak deh! Kecuali cowok yang satu itu. Cowok yang menjadi sahabat kakaknya, Jinan. cowok yang Cesa tahu menyimpan rasa hanya untuk kakaknya.

Diary Princessa adalah salah satu novel dari seri pemenang lomba #BlueStroberi yang diterbitkan Ice Cube Publisher. Kabarnya, seri ini hampir semuanya ber-genre dark romance; cerita tentang remaja yang agak kelam dan hampir nggak happy ending.

Bercerita tentang Princesa atau biasa disapa Cesa, yang bertutur (ya, novel ini memakai PoV 1, anggap saja isi diary dari tokoh Cesa) tentang kesehariannya bersama sang kakak, Jinan, yang menderita bipolar disorder.

Mood Jinan yang naik-turun seperti roller coster rupanya berpengaruh besar pada kehidupan Cesa. Mulai dari tabahnya ia menghadapi emosi Jinan yang meledak-ledak lalu berusaha menenangkannya, konflik antara orangtua mereka yang nggak harmonis, juga tentang kisah cinta mereka yang melibatkan Nathan. Sebenarnya bukan cuma Nathan, masih ada cowok bernama Aksel dan Vendetta yang menambah rumit kisah asmara Cesa.

Plot yang dipakai penulis kebanyakan flashback, di mana tokoh Cesa dijabarkan seringkali mengulas kembali momen-momen yang dilaluinya bersama sang kakak.

Yang menjadi poin plus di novel ini adalah kelihaian penulis menyisipkan konflik-konflik dalam alur ceritanya. Poin tambahan lagi karena penulis memasukkan judul novel-novel populer mulai dari novel karya Haruki Murakami sampai penulis lokal A.S. Laksana (yang semuanya belum kubaca, fyi) di novel ini, dan memberi informasi tambahan tentang isinya—juga kaitannya dengan tokoh dalam cerita. Karakter-karakter tokohnya juga kuat dan terasa hidup. Walaupun beberapa kali  aku sempat sanksi kalau yang menderita bipolar disorder itu sebenarnya bukan cuma Jinan, tapi juga Cesa, mengingat keduanya sama-sama punya sifat labil.

Nah, yang menjadi poin minus novel ini ketika aku mendapati beberapa narasi/deskripsi yang seperti diulang-ulang. Misalnya, tentang penjelasan mengenai kebencian Cesa akan sifat Jinan, atau tentang penjelasan mengenai perasaan Cesa pada Nathan. Too much and too tell, menurutku.

Agak kecewa menjelang ending karena ekspektasiku bahwa akan ada "plot twist" di bagian klimaks novel ini, ternyata nggak ada. Tapi nggak kecewa-kecewa amat, karena dari awal baca terlanjur sudah menikmati gaya penceritaan yang dipakai penulis. Ceplas-ceplos, mengalir, dan tentu saja nggak menye-menye kayak buku teenlit di pasaran.

Ditunggu novel berikutnya, Mbak Swistien!

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Kunjungi blog aku juga ya kaka-kaka, makasih. :D

    http://fadillahabdi.blogspot.com/

    BalasHapus

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!