Rabu, 22 Januari 2014

"Saat pertama kali saya menulis di tahun 2003, industri perbukuan masih didominasi pakem-pakem yang ditentukan penerbit. Mayoritas fiksi. Harus serius. Harus memenuhi nilai sastra yang sebenarnya tidak ada bakunya. Penulis pun kebanyakan perempuan. Sampai ada sebutan ‘sastra wangi’.

Saya menulis novel Jomblo – Sebuah Komedi Cinta dengan dasar yang sederhana. Ingin membuat orang tertawa. Saya tidak peduli apakah buku ini memiliki nilai sastra. Tidak peduli jika bahasannya tidak serius. Tapi ya konsekuensinya, saya ditolak 3 kali oleh 2 penerbit. Ada yang eksplisit bilang tidak bermutu. Ada yang mentertawakan. Ada yang memberi masukan yang baik yang mampu saya petik hikmahnya. Itulah behind the scene dunia perbukuan di tahun 2003."

Ketika membaca paragraf di atas pada sebuah posting blog penerbit GagasMedia, aku langsung tergelitik untuk baca novel Jomblo. Harus baca. Belum sah rasanya jadi penikmat buku komedi kalau belum baca buku ini. Setelah sana-sini mencari Jomblo di tahun ke-10 dari awal bukunya terbit..., akhirnya dapat! Kebetulan ada teman yang mau jual buku koleksi pribadinya lewat akun twitter @LineBookshop. Terima kasih, Bels! I knew I had to have this book walaupun telat banget. Ini juga punyanya yang cetakan ke-18 tahun 2006.

Saat lagi on progress baca buku ini beberapa bulan lalu, tersiar kabar di blog Adhitya Mulya kalau Jomblo akan... DICETAK ULANG, memperingati 10 tahun Kang Adhit men(jadi pen)ulis, dan menyambut terbitnya buku beliau yang ke-6. Can hardly wait!

Nggak menyesal udah punya Jomblo yang cetakan lama, walaupun akhirnya punya juga yang cetakan baru edisi repackaged. Jadi, ya, buku ini walaupun terbitnya udah satu dekade silam, tapi lucunya tak lekang di telan masa. Nah, sekarang aku review deh isi bukunya. 


Judul : Jomblo
Penulis : Adhitya Mulya
Penerbit : GagasMedia
Tahun terbit : Desember 2013
Cetakan : Pertama 
(edisi repackaged) 
Tebal : 224 hlm
ISBN : 979-780-685-5


Empat sahabat dengan masalah mereka dalam mencari cinta.

Yang satu harus memilih—seorang yang baik atau yang cocok.
Yang satu harus memilih—antara seorang perempuan atau sahabat.
Yang satu harus memilih—lebih baik diam saja selamanya atau menyatakan cinta.
Yang satu harus memilih—terus mencoba atau tidak sama sekali.

Jomblo adalah sebuah novel yang menjawab semua pertanyaan itu. Pertanyaan yang kita temukan sehari-hari, baik dalam cerita teman atau cerita kita sendiri.

Sabtu, 11 Januari 2014

Jadi, kemarin aku disuguhin pertanyaan oleh beberapa teman virtual. 10 pertanyaan krusial seputar buku dan menulis, katanya dalam rangka Liebster Blog Award 2014. Bukan, ini bukan ajang penghargaan buat orang-orang yang memiliki penampilan dan gaya hidup nyentrik serta unik. Karena ini bukanlah Hipster Blog Award. Jadi entahlah, ini ajang apa, cukup Olga dan Tuhan saja yang tahu.



Karena aku orang berdedikasi tinggi, biar aku jawab pertanyaan dari keduanya secara jantan dan terpelajar. Mari!

Jumat, 10 Januari 2014

Sepanjang karierku sebagai penikmat musik tanah air, sebisa mungkin aku selalu berusaha untuk up-to-date dengan lagu-lagu yang lagi hits. Dari zaman jadi anak nongkrong yang wajib mantengin chart lagu di MTV Ampuh, sampai zaman jadi anak alay keracunan acara musik yang dipandu host kemayu. Dari yang dulu iseng mencatat semua lirik lagu terbaru di binder sambil dengar radio dengan penuh penghayatan, sampai yang sekarang tinggal ketik judul lagu di kolom pencarian google, dan TARAAAAA! lirik lagu A Thousand Years-nya Christina Perri bisa langsung terpampang di layar smartphone.

Sebentar, tarik napas dulu. Nulis paragraf di atas lumayan bikin ngos-ngosan.

Seiring perkembangan musik dan bermunculannya penyanyi dan band-band baru, lagu yang muncul pun makin beragam. Ada yang ingin Selingkuh Sekali Saja, ada yang Memilih Setia. Ada yang cuma Cinta Satu Malam, ada yang Sampai Akhir Menutup Mata. Ada Status Palsu, ada Alamat Palsu, dan ada juga yang Oplosan

Genre lagu pun makin beragam, ditambah lirik lagu dengan tema banyak macam. Di Indonesia, kayaknya tema cecintaan masih jadi opsi paling dominan yang diangkat. Bukan begitu, duhai air kobokan warteg?

Tapi, ada nggak yang ngeh kalau beberapa lagu dari band/penyanyi lokal ini sering ambigu? Sudut pandang tokoh di lagunya labil dan sering multitasking? Aku sih nemuin ada tiga lagu. Mari kita analisis satu persatu. 

Minggu, 05 Januari 2014

Tahun ini, kayaknya dunia perbukuan disinyalir akan makin ramai. Mari lupakan fenomena a-so-called-selebtwit yang—katanya latah—bikin buku. Karena jauh sebelum itu, sudah ada fenomena blogger yang nerbitin blook—buku yang diadaptasi dari tulisan di blog. Dari zaman gebrakan Raditya Dika sampai... akhir menutup mata. Ya, saking banyaknya, sampai susah disebutin berdasarkan alfabetis maupun qwerty.

Tapi, aku nggak pernah skeptis kok kalo ada blogger yang bikin buku. Blog dan buku itu cuma beda media aja, kan? Nah, makanya pas tahu ada blogger—yang blognya sering dikunjungi dan suka tulisannya—bikin buku, aku jarang untuk nggak beli. Salah satunya, buku Kak Teppy (panggil "kak" biar kesannya akrab dan penuh sopan santun) yang bakal aku review kali ini. 


Judul : The Freaky Teppy
Penulis : Stephany Josephine
Penerbit : GagasMedia
Tahun Terbit : Desember 2013
Cetakan : Pertama
Tebal : 176 hlm
ISBN : 9797806774

Hidup itu kayak roda, ada kalanya kita ada di atas, ada kalanya kita di bawah. Dan, saat berada di bawah, ada banyak cara yang dipilih orang buat menjalani kehidupannya. Ada yang ngeluh, marah-marah, nangis, tapi ada juga yang milih menertawakannya. Nah, Stephany “Teppy” Josephine memilih melihat kejadian apes yang pernah dia lewati dari sisi komedinya. 

Ikuti cerita-cerita menggelitik blogger cewek ini dalam The Freaky Teppy. Menertawakan pengalaman-pengalaman sial nan memalukan yang bisa jadi sedang atau pernah kamu alami juga. ‘Cause one of the best ways to survive life is to laugh it up!