[Review] Flying with You — Nadine Zulia Putri

Flying with You. Kemarin, di saat Palembang sedang hujan-hujannya, novel ini resmi masuk ke dalam jajaran "buku koleksi Rido yang ditandatangani penulisnya langsung". Setelah sebelumnya memaksa-maksa Tere Liye, Moammar Emka, Kirana Kejora, dan Roy Saputra untuk membubuhkan tanda tangan di buku karya mereka, kali ini yang jadi korbannya adalah adik tingkat sendiri di (mantan) kampus. Nadia Zuliaty Syaputri yang konon memakai nama pena Nadine Zulia Putri. 

Senaaaaaang. Cuma, kabar buruknya, umur Nadia baru 18 tahun dan udah nerbitin dua novel. A....aku? *menatap draf novel yang belatungan*

Sembari meratapi kemalasan diri sendiri, mari simak saja review-ku untuk novel Flying with You. Bekicot!


Judul : Flying with You
Penulis : Nadine Zulia Putri
Penerbit : Senja (Diva Press Group)
Tahun Terbit : Desember 2013
Cetakan : Pertama
Tebal : 266 hlm
ISBN : 9786022554

Sama seperti cinta, luka yang kita dapat sebelum tahu artinya cinta, akan membuat kita bertahan lebih lama. Cinta jauh lebih indah daripada goresan luka. Dan pasti, kita memilih untuk lebih lama mekar bersama cinta, bukan?

Cinta yang besar, kecantikan yang memikat, keberanian yang menjulang, apa artinya tanpa ketulusan? Tanpa kemurnian hati? Tanpa kesucian dan keanggunan menerima cinta?















 


Berkisah tentang Raya, seorang pramugari junior di salah satu maskapai penerbangan yang-tak-disebutkan-namanya. Di saat flight pertamanya, Raya bertemu dengan pria bernama Raffa, salah seorang pilot senior di maskapai tersebut. Kesan pertama yang didapat Raya saat pertama berjumpa dengan Raffa adalah... kesinisan. Kalimat cemooh dan merendahkan dari seorang pilot senior tampan kepada pramugari junior polos. Gitu amat ya, padahal baru kenal. Hih!

Raya digambarkan seperti sosok wanita pada umumnya; lemah, pasrah, suka mengeluh, dan sering foto-foto di toilet mal (?). Kalau ditilik dari narasi Raya sebagai PoV 1, dia ini nggak cengeng, tapi cenderung mudah menggerutu. Apalagi jika sudah berhadapan dengan Raffa; tipikal cowok dingin, suka ngamuk nggak jelas, agak anti cewek―sebelum bertemu Raya, dan kadang-kadang narsis juga. 

Latar tempat banyak terjadi di dalam pesawat dan beberapa lokasi yang ada kaitannya dengan penerbangan. Kendati demikian, baling-baling bambu Doraemon termasuk pengecualian. FYI aja.

Novel ini sekilas mengingatkanku dengan Diary Pramugari karya Agung Webe. Ide ceritanya sedikit sama. Bedanya, kalau buku itu diangkat dari kisah nyata, sedangkan buku ini diangkat dari jemuran. *oke, silakan jitak aku sekarang!*

Novel ini terbilang ringan. Ceritanya mudah dicerna tanpa bikin kening berkerut. Istilah-istilah penerbangan yang agak kurang umum juga bantu dijelaskan oleh footnote. Aku curiga risetnya pasti total nih. 

Ide cerita bagus, ditulis dengan cerdas, dan konflik yang cukup menguras emosi. Soal gaya penuturan penulis... aku lumayan terganggu dengan pengulangan diksi yang sama di bab-bab awal. Misalnya, penggunaan prase "meregangkan otot-otot" yang menurutku terlalu kontinu di salah satu halaman. Terus, ada lagi yang janggal, yaitu kesalahan penulisan kalimat "pria baya" yang sampai diulang dua kali. Baya kan artinya umur, jadi mungkin lebih baik ditulisnya "pria paruh baya". Seterusnya, aku masih bisa menikmati.

"Kadang lebih baik menjauh dari dia yang kau cinta. Bukan karena berhenti mencinta, tapi karena harus melindungi diri dari luka."  Raffa 
"Cinta hanya sebuah kata, Raffa. Dia akan tetap agung meskipun dia tak bernama cinta. Cinta hanya sebuah kata-kata klise sampai seseorang datang dan memiliki arti di hidupmu."  Raya
Sebagai lelaki yang rutin sikat gigi dua kali sehari, entah kenapa, aku suka beberapa analogi dan quotes di novel ini. Kadang manis, kadang makjleb. Lalu, asal kalian tahu, kalimat di awal dan akhir paragraf ini memang nggak ada hubungan kausal.

Tambahan kritik lagi... Aku agak risih sih sama dialog beberapa tokoh di novel ini. Okelah, untuk tokoh Raya yang sering ngomong pakai kalimat quotable dan Raffa juga kadang-kadang. Tapi ini, ibu Raffa yang―sempat dicurigai―gila dan suster yang merawatnya juga... ikut-ikutan ngomong pakai kalimat bijak. Terlalu dibuat-buat aja menurutku. Hehehe.

Terakhir. Aku lumayan kaget sama ending-nya. Bukan karena ada efek kejutan, tapi sungguh keseluruhan cerita hingga ending sama sekali nggak matching dengan sampul bukunya yang so sweet abiiiiis. Tapi, aku suka dengan inovasi Diva Press yang sedikit mempercantik novel ini dengan menyelipkan beberapa halaman berwarna. Dan, yang paling surprise adalah cetakan buku ini pakai kertas novel, bukan kertas buram kayak buku-buku terbitan Diva Press sebelumnya. 

Sekian.

Posting Komentar

6 Komentar

  1. Semakin saya sering ngeblog, rasanya ada dorongan untuk nulis buku atau novel gitu yah ... hehehe... ... bagaimana ya memulainya.

    Review bukunya bikin penasaran deh ... pengen menyelami isi di dalamnya. Adakah yang gratisan biar dikirim ke tempat saya? eh* ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gimana memulainya? Just write it now. That's all!

      Coba follow aja twitter penulisnya, kemarin ngadain giveaway tuh.

      Hapus
  2. Halo, lelaki yang rutin sikat gigi dua kali sehari! bahaha reviewnya kocak sumpah XD
    lain kali saya mau dong di-review gokil beginii~ <rikues ngga tau diri //digiles

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Farrah. Sini, sini, mana bukunya? Biar aku kuliti~ XD

      Hapus
    2. nanti yg ketiga kalo udah terbit, baru dikoreksi ini <malah curhat
      tapi ngulitinnya jgn kejem2 lah, segini aja ya <beneran gatau diri, banyak maunya

      Hapus

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!