[Interview] Anggun Prameswari - Novelis

Hai, teman-teman pembaca setia ridoarbain.com (emang ada?)
Sudah baca kan ulasan tentang novel After Rain? Nah, kali ini aku berkesempatan untuk mewawancarai penulisnya, Anggun Prameswari. Semua pertanyaan diajukan lewat surat elektronik dengan modal menyomot pertanyaan dari berbagai sumber. Iya, aku memang kurang berbakat bikin pertanyaan sendiri. Aku hina.

Anggun Prameswari lahir di Surabaya, 3 Juni, dan menamatkan pendidikan S1-nya di Sastra Inggris Binus University. Mulai menulis cerpen profesional sejak 2002. Karya-karyanya dimuat di majalah Kawanku, Aneka Yess!, Gadis, Ummi, Muslimah, Cinta, Horison, Chic, Femina, Esquire, Harian Riau Mandiri, Kompas, Koran Tempo, dll. Cerpen-cerpennya tergabung dalam antologi bersama, di antaranya Yang Dibalut Lumut (CWI, 2003), Jati Diri (Primamedia Kawanku, 2004), Sahabat Pelangi (LPPH, 2005), Book of Cheat vol.1 (Nulisbuku, 2011),  Cerita Sahabat 2: Asmara Dini Hari (GPU, 2012), Singgah (GPU, 2013), Dunia di Dalam Mata (Kata Bergerak, 2013), Lovediction 2 (Ice Cube KPG, 2013), dan Kejutan Terbaik Sebelum Ramadan (Nulisbuku, 2013). Baru saja menelurkan novel solo berjudul After Rain (GagasMedia, 2013). Selain menulis fiksi, saat ini bekerja sebagai guru bahasa Inggris di SMP-SMA Harapan Bangsa, Tangerang dan penerjemah lepas.

Anggun Prameswari

Karena narasumber adalah seorang cerpenis sekaligus novelis, jadi semua pertanyaan akan ada hubungannya dengan buku dan menulis. Pertanyaan dijawab secara sadar tanpa todongan senjata tajam apalagi ancaman unfollow. Berikut 11 pertanyaan untuk Anggun Prameswari: 


--------------------

Bisa ceritakan tentang perjalanan menulismu?
Sejak kecil, aku suka berkhayal. Saat membaca cerita, aku biasanya mengkhayalkan ending yang berbeda atau menambahkan karakter baru. Aku pun mulai menulis fiksi sejak SD. Mulanya menulis cerpen di buku tulis. Setelah beberapa lama, cerpen pertamaku dimuat tahun 2002 di majalah Kawanku. Sejak itu, aku semakin semangat untuk menulis dan mengirimkannya ke majalah. Dan, cerpen-cerpenku mulai dimuat di majalah dan koran nasional. 
Selain itu, aku pernah mengikutsertakan cerpenku ke beberapa antologi cerpen. 
After Rain sendiri adalah debutku di penulisan novel. Setelah sebelas tahun menulis cerpen, akhirnya 2013 aku memberanikan diri menulis novel. Syukurnya, prosesnya lancar karena bibit cerita After Rain sudah dierami selama dua tahun.

Apa sumber inspirasi terbesar?
Sumber inspirasi terbesar, ya, diri sendiri dan semesta. Kedengarannya memang wah banget, absurd banget, bahkan klise, tapi kalau dipikir-pikir memang itulah sumber inspirasi bagi siapapun. Apapun yang ada di sekitar kita, bisa jadi cerita.

Menurutmu, apa yang harus terjadi di halaman pertama dan terakhir sebuah novel untuk membuatnya berhasil?
Hmmm, di bab  pertama, tentu langsung "tohok" pembaca dengan awal konflik yang sanggup memancing rasa penasaran. Tujuannya biar pembaca tertarik untuk melanjutkan baca.
Seperti After Rain yang prolognya dibuka dengan (spoiler alert) bagaimana dilema percintaan Seren dengan cinta pertamanya, Bara, yang tidak punya masa depan. 
Kalau bagian terakhirnya, tentu harus ada twist dan ending yang meninggalkan kesan setelah pembaca menutup halaman terakhir. 

Jika ada hal yang harus kamu perbaiki dari keahlianmu menulis, hal-hal apakah itu? 
Aku ingin belajar menulis tema-tema lokal, tapi disajikan dengan gaya penulisan pop. Lokal di sini maksudnya setting lokasinya, isu yang dibahas, dan lainnya.
Lalu, aku juga pengin bisa menulis sama baiknya di gaya penulisan sastra dan pop. Tapi ya itu, banyak proses yang dijalani dan dipelajari. 

Sebutkan beberapa frase yang paling sering kamu gunakan dan kenapa bisa begitu? 
Di After Rain, aku sering menggunakan frase "Punggung yang menjauh" untuk menggambarkan bagaimana rasanya ditinggal orang. Coba deh saat orang pergi memunggungi kita, rasakan aura kesepian yang tiba-tiba menyergap. Duh... *mulai depresi deh*

Bagian yang kamu suka dan tidak dari novel terbarumu?
Di After Rain, aku paling suka bagian Kean dan Seren berinteraksi, serta bagaimana hubungan Seren dan murid-muridnya. Kenapa? Karena aku pengin bilang, kekasih boleh pergi, tapi masih banyak orang-orang di sekeliling kita yang membuat kita sama bahagianya.
Kalo bagian yang tidak disukai, apa ya, kurasa nggak ada, ahahaha... Karya itu sudah seperti anak yang kulahirkan sendiri, jadi mau bagus atau jelek, tetap kusukai dan sayangi. :p

Cerita macam apa yang ingin kamu tulis tapi belum terwujud hingga sekarang?
Banyak. Horor, komedi, petualangan, sejarah,  apapun yang di luar genre roman yang biasa kutulis. Mungkin nanti, entah kapan. :)

Empat judul buku yang ketika membacanya kamu berpikir andai saja saya yang menuliskannya. Kenapa?
- Partikel oleh Dee Lestari. Konsep spiritualitas yang Dee sajikan di serial Supernova-nya edisi Partikel membuatku terpaku dan mengumpat berkali-kali saking kagumnya.
- Sihir Perempuan oleh Intan Paramaditha. Kalau suka cerita horor, wajib baca kumcer ini. Setiap ceritanya berdiri dengan kuat dan nggak pernah bosan kubaca sampai sekarang.
- Gadis Kretek oleh Ratih Kumala. Aku suka plot dan bagaimana karakternya berlompatan dari masa ke masa, dengan alur maju mundur yang mulus.
- Antologi Rasa oleh Ika Natassa. Salah satu metropop kesukaanku. Emosinya kuat dan penulisnya sukses bercerita dari empat sudut pandang secara independen dan utuh.

Punya penulis idola? Seberapa besar pengaruh tulisannya terhadap gaya menulismu?
Sebenarnya aku nggak punya idola penulis tertentu. Hanya saja, aku suka karya-karya Dee Lestari, Fira Basuki, Ika Natassa. Beberapa penulis sastra seperti Seno Gumira Ajidarma, Jujur Prananto, Agus Noor, Guntur Alam, Sungging Raga, Yetti A.Ka, aku suka. 
Ada yang bilang gaya tulisanku (terlebih cerpen) mengambang di antara dua dunia, sastra dan pop. Mungkin dipengaruhi varian bacaan itu tadi. Tapi nggak apa-apa lah, pengkotakan genre tidak dibuat untuk membatasi proses kreatifku. Semua mengalir apa adanya.

Apa arti menulis untuk kamu?
Menulis itu hobi, pekerjaan, hasrat, sarana curhat, terapi kesedihan, dan kebanggan buatku. Rame, ya? Gado-gado memang. Intinya, aku merasa dengan menulislah, hidupku terasa lebih hidup. Mungkin dengan menulis aku bersyukur dan caraku merayakan hidup. Hihihi filosofis banget kan? 

Apa saran kamu pada orang yang mau belajar menulis?
Semua penulis yang ditanya pertanyaan ini pasti jawabnya rajinlah membaca banyak buku dengan berbagai genre dan teruslah menulis. Nggak ada cara lain. Aku setuju banget dengan cara itu.
Selain itu, bangunlah rasa percaya diri untuk mempublikasikan tulisanmu. Caranya: kirim ke media atau ikut lomba penulisan. Jika awal-awalnya jatuh bangun dan ditolak sana-sini, nggak apa-apa. Itu proses belajar. Semua penulis tenar juga begitu kok. Proses penempaan, tsaaah...
Lalu, ciptakan lingkungan yang membangun suasana untuk semangat menulis. Salah satu caranya, bergaullah dengan penulis-penulis lain, ngobrol, sharing, dan saling menyemangati. Dengan begitu kita nggak akan merasa sendiri atau seperti "alien".

-------------------

Terima kasih, mbak Anggun, atas waktu, jawaban, dan sharing pengalamannya dalam bidang menulis. Ditunggu novel-novel berikutnya! 
Untuk mengenal narasumber lebih lanjut, silakan mampir ke blognya http://mbakanggun.blogspot.com atau follow twitter @mbakanggun, but please don't ask her to followback

Salam,
Rido Dewanto Arbain

Posting Komentar

5 Komentar

  1. penggemar Anggun Prameswari kah? Pernah baca novel2nya Prisca Primasari nggak kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku baru sekali baca tulisan Anggun kok. Belum pantas jadi penggemar. Hehe

      Belum pernah baca novelnya Prisca Primasari. :/

      Hapus
  2. Ihiiiiiiiiiiiir, tugas pertama kelar ya Do?

    BalasHapus
  3. bang Rido katanya bang hadi ngereview camar biru-nya nilam suri ya?

    BalasHapus

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!