[Flashfiction] Ibu, Kenapa Menangis?


“Ibu ini bagaimana, sih? Uang yang Bapak peroleh kan tidak cukup untuk keperluan Bimo.”

“Iya, Ibu tahu itu, Pak. Tapi kan, anak kita sekarang sedang membutuhkan uang untuk keperluan sekolahnya. Kasihan dia.”

“Loh, gaji Ibu kan yang lebih besar daripada Bapak. Ya, pakai uang Ibu saja lah.”

“Uang dari Ibu sudah habis, Pak, untuk keperluan makan kita.”

“Owalah… punya istri kok tidak berguna. Dulu saja Ibu bisa dapat uang jutaan dalam satu malam.”

“Berhenti mengungkit masa lalu Ibu, Pak!”

“Sudahlah, semua orang juga tahu kalau Ibu mantan pelacur!”

Tidur soreku hari ini terganggu oleh pertengkaran ibu dan bapak. Bising, apalagi mendengar kata-kata bapak yang kasar dan keras.

Aku mencoba mengintip dari lubang kecil papan kayu dinding kamarku, namun tak berhasil mencuri pandang setitik pun. Kudekatkan kupingku ke dinding kamar, kali ini mencoba mencuri dengar. Hanya suara helaan napas ibu yang cukup jelas di telinga. Kudengar suara ibu mengeluarkan nada sendu. Sesenggukan yang awalnya rendah, lama-lama semakin menderu.

Pertengkaran keduanya sudah reda. Entah ke mana bapak yang bertampang dingin serta menakutkan itu pergi. Aku beranjak keluar dari kamar, menemui ibu yang sedang tertunduk lemas.

“Ibu, kenapa menangis?”

“Tidak apa-apa, Bim.”

“Ke mana Bapak?”

“Kamu sudah makan siang tadi?”

Ibu mengalihkan pembicaraan. Mungkin ibu tidak ingin aku mengetahui apa yang membuat ia terluka. Karena aku selalu tahu, air mata ibu yang berlian itu hanya akan ia berikan untuk kebahagianku.

“Belum, Bu.”

“Ya sudah, kamu mandi saja dulu. Malam ini ibu masakkan daging untukmu.”

“Daging?”

Ibu beranjak menuju dapur—yang lantainya kini dipenuhi noda merah. Aku terperanjat melihat bapak yang sudah meringkuk di sudut dapur.

Posting Komentar

3 Komentar

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!