Jangan Ada Cita-Cita Diantara Kita

Sejak kecil gua gak pernah punya cita-cita.
Waktu SD, guru gua sempat nanya kalo muridnya ingin jadi apa kelak?
Temen-temen gua ada yang pengen jadi guru, polisi, dokter, malahan ada yang pengen jadi tentara (Salut, mereka bias mikir sejauh itu). Dan gua gak pengen jadi apa-apa. “Kamu harus punya cita-cita”, kata guru gua, “Semua teman-temanmu punya cita-cita, Adi ingin jadi polisi, dan Susi ingin jadi dokter. Kamu ingin jadi apa?”. “Baiklah kalo memang harus punya cita-cita, saya ingin jadi Suaminya Susi!”. “Kamu nggak boleh bercita-cita jadi cowok matre, pikirkan lagi!”. “AKU INGIN JADI PILOT!” (gua pun ngejawab asal).


Itu kali pertama gua mikirin cita-cita. Dan cita-cita gua yang sempet terlontar asal itu pun pupus seiring maraknya insiden-insiden pesawat jatoh yang sering terjadi belakangan ini. Gua shock! Dan jerawat gua pun bermunculan ketika itu. (Kesimpulan: gua shock oleh jerawat, benda imut yang menyebalkan).
Gua lebih suka membiarkan hidup gua mengalir kayak banjir, nyusahin banyak orang (gaklah!). Gua ikutin kemana aja angin meniup gua. Niat gua kuliah di jurusan Penjaskes, malah terdampar di jurusan Sistem Informasi. Wow Amazing!.
Ngomongin cita-cita, gua jadi inget film Laskar Pelangi. Pas si guru, Cut Mini (artis, bintang iklan, bukan bintang video bok*p) nanyain cita-cita ke muridnya?. Salah seorang murid ngejawab, “Aku ingin jadi Sekdes (Sekretaris Desa)". Yeah, nyeni amat itu anak, kreatif, dan inovatif.
Untungnya materi pelajaran yang pokok bahasannya mengenai “cita-cita” ini tidak berlanjut ke tingkatan pendidikan berikutnya. !#@$#^%$&*&*()
Pas SD, gua paling doyan sama pelajaran Bahasa Indonesia, satu-satunya mata pelajaran yang memberi gua nilai tidakmembara semasa itu, dan yang membuat gua bisa baca plus nulis kayak sekarang ini (backsound: Hymne Guru). Dan sub materi paporit gua adalah Pantun-Memantun (kalo gak salah sih “Puisi Lama” ya? Iyakan? Iyadong?).
“Nak, coba kamu bacakan pantun yang sudah kamu buat!”. Gua pun nurut. Sedetik berganti menit kemudian. Kilat menyambar-nyambar. Langit pun terbelah. Guan geluarin buku catetan dari tas sekolah. Si ibu guru mengangguk. Dan gua pun mulai membaca pantun yang udah gua bikin.
“Jambu tetangga enak rasanya. Dimakan rame-rame asyik sekali. Besok pagi kita embat lagi. Kesian banget tuh tetangga”.
Kelas pun hening. Zzzzz

Posting Komentar

1 Komentar

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!