[Review] Sabtu Bersama Bapak — Adhitya Mulya

Kalau ditanya, novel apa yang paling ditunggu abad ini, jawabannya adalah novel terbarunya Adhitya Mulya. Setelah terlambat jatuh hati pada Jomblo dan Gege Mengejar Cinta yang nggak lama ini baru dicetak ulang lagi, aku jadi menunggu karya Kang Adhit iniyang katanya idenya sudah ditulis sejak beberapa tahun silam, jauh sebelum terbit. Judulnya, Sabtu Bersama Bapak. Mungkin akan jadi satu-satunya novel lokal dengan tema father and son yang booming di antara geliat novel romance dan sub-sub genre-nya yang menganak jamur di tahun ini. Mari kita ulas!


Judul : Sabtu Bersama Bapak
Penulis : Adhitya Mulya
Penerbit : GagasMedia
Tahun terbit : Juni 2014
Cetakan : Pertama
Tebal : 278 hlm
ISBN : 979-780-721-5

“Hai, Satya! Hai, Cakra!” Sang Bapak melambaikan tangan.
“Ini Bapak. Iya, benar kok, ini Bapak. Bapak cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulillah, berkat doa Satya dan Cakra.

Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian. Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin tetap dapat mengajarkan kalian. Bapak sudah siapkan.
Ketika punya pertanyaan, kalian tidak pernah perlu bingung ke mana harus mencari jawaban. I don’t let death take these, away from us. I don’t give death, a chance.
Bapak ada di sini. Di samping kalian. Bapak sayang kalian.”

Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan…, tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.


Sabtu Bersama Bapak bercerita tentang kehidupan sebuah keluarga sederhana. Bermula dari seorang bapak bernama Gunawan Garnida, yang memiliki seorang istri bernama Itje dan memiliki 2 orang anak; Satya dan Cakra. Sang bapak menderita kanker ketika kedua anaknya masih berusia muda. Menyadari umurnya yang tak lama lagi, sang bapak punya ide brilian untuk tetap 'menemani' langkah hidup anak-anaknya hingga mereka dewasa tanpa kehilangan sosok seorang bapak. Maka, sebelum meninggal, beliau memutuskan untuk merekam ratusan video dirinya bermodal sebuah handycam, yang berisi pelajaran hidup dan nasihat-nasihat—dengan bantuan sang istri.

Proyek video ini berakhir sampai sang bapak mengembuskan napas terakhirnya. Sepeninggalan Gunawan Garnida, video-video ini kemudian diputarkan oleh sang istri kepada kedua anaknya secara berkala di setiap hari Sabtu, pada momen tertentu. Itulah kenapa novel ini diberi judul Sabtu Bersama Bapak.

Satya dan Cakra tumbuh dewasa bersama petuah-petuah bapak dalam berbagai rekaman video, begitu pun bagi Bu Itje. Kehidupan merekalah yang kemudian menjadi premis dan penggerak plot dalam novel ini. Tentang Satya—yang menikahi perempuan bernama Rissa dan dikaruniai 3 orang anak. Satya dewasa tumbuh menjadi sosok yang emosional dan sedikit tempramental, terutama dalam mendidik anak-anaknya. Tentang Cakra—yang menjalani kariernya sebagai deputy director dan perjuangannya dalam menemukan jodoh yang tepat. Tentang Bu Itje—kehidupannya sebagai single parent bagi Satya dan Cakra dan berbagai problema yang dihadapinya. 

Alurnya agak serius dan cenderung termehek-mehek, ya? Padahal yang kita kenal, Adhitya Mulya ini spesialis penulis novel komedi. Makanya, pas baca, cuma beberapa kali aja aku nahan senyum, terus sedih, ketawa dikit, terenyuh, senyum lagi, terus ngakak... sampai yang benar-benar ketawa puas itu di bagian narasi yang bunyinya kurang lebih begini: "...membawakan berbagai macam rambut palsu untuk Ibu Itje. Dari semuanya, terdapat juga model rambut  Sailormoon dan Harajuku." EPIC! :)))

...tapi banyakan bagian sedihnya. This novel has been successfully made my tears stream down. Apalagi ditambah dengan full a great advice on parenting dan pesan-pesan moral tentang hidup yang bukan sekadar kalimat-kalimat motivasi pasaran semacam "hormati kedua orangtuamu!" atau "ciumlah tangan keriput bapak dan ibu, but first take a selfie!" Sosok Gunawan Garnida di sini memberi kita pelajaran bagaimana menjadi seorang bapak yang bijaksana tanpa tercemari isu-isu politik maupun black campaign

Waktu dulu kita jadi anak, kita gak nyusahin orangtua. Nanti kita sudah tua, kita gak nyusahin anak. (hlm. 88) 
Menjadi panutan bukan tugas anak sulung—kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orangtua—untuk semua anak. (hlm. 106) 
Laki, atau perempuan yang baik itu, gak bikin pasangannya cemburu. Laki, atau perempuan yang baik itu... bikin orang lain cemburu sama pasangannya. (hlm. 227)

Intinya, novel semi-komedi ini cocok untuk kamu—baik sebagai anak, sebagai ibu, sebagai bapak, sebagai orang dewasa yang belum laku, atau yang paling utama: sebagai pembaca yang haus akan buku-buku 'berisi' dari penulis lokal. Adhitya Mulya telah menulis dengan baik di novel ini. Bahkan, lebih baik daripada di novel Jomblo dan Gege Mengejar Cinta—walau nggak lebih lucu. 

Highly recommended!

Posting Komentar

5 Komentar

  1. yes... high recomended. masukin list.. :D

    BalasHapus
  2. nice review mas rido ^.^
    aku setuju banget dengan semua yang Mas tulis...

    BalasHapus
  3. mantap reviewnya..
    visit back, katamiqhnur.com ..

    BalasHapus
  4. setuju sama review nya! yang gak setuju cuman satu : satya sama rissa anakanya 3 :D

    BalasHapus
  5. Jangan lupa adegan TANKTOP.. TANKTOP... *berbinar-binar*

    BalasHapus

Silakan berkomentar. Lihat apa yang akan terjadi!