Jumat, 25 November 2016

Sebagai rakyat jelata yang kebetulan bekerja di instansi pemerintah, yang nafsu untuk cutinya amat tinggi, salah satu hal yang ribet untuk diurus adalah proses acc cuti itu sendiri. Lamanya cuti yang akan diambil biasanya malah kalah lama dibanding proses pengajuan cuti tersebut. Keribetan ini datang dari surat formulir cuti yang harus ditandatangani oleh tiga pejabat atasan.

Coba bayangkan ilustrasi berikut: pejabat A berada di kantor seperti biasanya, pejabat B sedang dinas luar kota, dan pejabat C kebetulan adalah orang yang kamu paling enggan untuk bertatap muka. Untuk mendapat seonggok tanda tangan dari ketiganya, tentu nggak bisa dicapai dalam waktu satu atau dua hari. Kita mesti menemui beliau-beliau itu satu per satu, tentu saja sambil menenteng dokumen kertas ke mana-mana mirip sales kredit panci. Masalahnya, bagaimana kalau saat itu kita memang butuh tanda tangan atasan untuk cuti dengan segera?

Persolan semacam ini ternyata bisa diatasi seandainya semua instansi sudah menerapkan Tanda Tangan Digital.


Jumat, 18 November 2016

Kedekatanku dengan Lampung bisa dibilang sudah mendarah daging. Sebelumnya aku sudah pernah cerita di sini kalau ibuku orang asli Lampung, keluarga besar juga banyak tinggal di sana. Aku ingat dulu, saat umurku masih belia, kami sekeluarga sering berkunjung ke rumah kakek di Panjang. Selain Pasar Panjang, salah satu tempat wisata yang selalu wajib kami singgahi waktu itu adalah Artomoro (kabarnya sekarang namanya jadi Central Plaza), itu pun kalau mal bisa disebut tempat wisata. Pernah sekali diajak main ke Pasir Putih, waktu masih umur belasan, itulah pertama kalinya aku mencicipi rasa air laut. Rasanya persis seperti rasa yang dihasilkan oleh keringat sendiri. Asin.

Lebih dari yang kuingat, aku nggak tahu apa-apa soal Lampung. Sampai akhirnya di awal tahun 2015, ada seorang teman yang mengirim chat via WhatsApp.

"Do, mau ikut liburan ke Pahawang?" 
"Pahawang? Di mana tuh?" 
"Pulau Pahawang. Lampung." 
"LOH, KOK AKU BARU DENGAR?"
Itulah awal mula aku mengenal pulau penuh pesona ini. 

Februari 2015, untuk pertama kalinya aku ke Lampung nggak bareng keluarga. Tujuannya pun beda, kali ini memang untuk liburan. Untungnya, jarak Palembang-Lampung mudah ditempuh, nggak sampai sehari dengan naik kereta api. Mungkin bisa lebih cepat seandainya baling-baling bambu sudah diproduksi massal.


Rabu, 02 November 2016

Salah satu hal yang masih menjadi misteri di muka bumi ini adalah apa alasan logis kebanyakan cewek menggemari K-Drama alias drama Korea. Polemik tersebut nyaris selevel dengan pertanyaan Agnez Mo di lagu Tanpa Kekasihku dalam lirik, "Di mana letak surga itu?" Susah dijawab. Atau mungkin pernah dijawab di sebuah artikel, tapi tetap susah diterima. 

Ampun, girls.

Sebagai pengakuan, satu-satunya K-drama yang selesai kutonton cuma Descendants of the Sun. Bagus. Nggak mau coba nonton K-drama lain, takut ketagihan. Bukan berarti anti, tapi dibanding drama serial dengan puluhan episode, aku lebih suka film Korea yang sekali tamat. Walau harus diakui, Korea itu bisa jadi surganya film romantis yang berpotensi mengosongkan kotak tisu. 

Karena nggak mau bercucuran air mata seorang diri, aku jadi terdorong bikin daftar 10 film Korea favorit. Bukan cuma yang ceritanya sedih, tapi juga film -film yang bikin kita nggak bisa skeptis dengan industri film Negeri Ginseng ini. Daftar film diurutkan dari yang favorit sampai yang paling favorit.