Sabtu, 28 Februari 2015

Memutuskan beli buku ini karena kenal beberapa nama penulisnya dan sebagai selingan bacaan di antara tumpukan currently-reading yang semakin nggak manusiawi. Niatnya selingan, tapi malah tamat dibaca duluan. Sepeti kata orang bijak: pembaca hanya membaca, tulisan yang dibaca yang menentukan.




Judul : Love at School
Penulis : Guntur Alam, Anggun Prameswari, Faisal Oddang, dkk.
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun terbit : Januari 2015
Cetakan : Pertama
Tebal : 181 hlm
ISBN : 9786020256924

"Ia selalu ada ... Rasakan kehadirannya."

Pernahkah kamu bertanya, mengapa senyuman yang selalu dia perlihatkan ketika melintasi kelasmu setiap pagi membuat jantungmu memompa darah lebih cepat?

Pernahkah kamu bertanya, mengapa obrolan tak serius di perpustakaan dengan dia menjadi pemicu mimpi indahmu di malam hari?

Atau, mengapa cemburu yang muncul setelah melihat dia berjalan ke kantin dengan yang lain membuat harimu terasa berantakan di sekolah?

Jangan menduga-duga jawaban. Mungkin itu cinta.

Sama seperti enam belas kisah yang ditulis oleh Guntur Alam, Anggun Prameswari, Faisal Oddang, Pretty Angelia, Ria Destriana, Fakhrisina Amalia Rovieq, Afgian Muntaha, Pipit Indah Mentari, Mel Puspita, Fitriyah, Karina Indah Pertiwi, Afin Yulia. Ruth Ismayati Munthe, juga Dilbar Dilara.

Mereka merasakan kehadirannya. Tak pernah absen.
Cinta itu selalu ada ... di sekolah.

Jumat, 20 Februari 2015

Pada suatu Rabu sore, aku menulis sebuah status di Facebook: "Orang Komering ngomong pakai bahasa Palembang diledek karena logatnya masih kebawa-bawa. Giliran ada bule bisa ngomong bahasa Palembang, kagum-kagum. Apiya pangrasa jolma kamona?"

Status di atas adalah pengalaman empiris. Fyi... Bapakku orang Komering, ibuku orang Lampung. Konon, Suku Komering masih satu klan dari Suku Lampung, dan sama-sama memakai bahasa komering dalam percakapan sehari-hari (kecuali orang Lampung yang tinggal di kota; cenderung pakai bahasa Jakarta). Dalam matematika dan kimia, positif bertemu positif hasilnya positif. Ya, aku positif mewarisi darah Komering.

Delapan belas tahun hidup berbaur, bermain, berdomisili dengan orang-orang di kampung yang mayoritas isinya orang Komering, membentuk apa yang seharusnya aku dibentuk oleh lingkungan. Bahasa ibu, checked. Logat kasar, checked. Karakter keras, checked. Susah mengeja huruf O dan E dengan benar, checked.

Selasa, 17 Februari 2015

Aku ingin mati hari ini
Membangkai di sini
Bukan karena jemu
Bukan pula bosan dengan semu

Aku mau bunuh diri
Ditujah sana-sini
Mati di rawa-rawa
Lalu dimakan jelarang dan sebangsanya

Aku hanya mau mati
Tuturku berkala-kali
Biar tak mati-matian makan hati
Biar mati tinggal mati

Aku mau mati hari ini
Sebab tak ada yang lebih azali dari mati

00.00
17 Februari 2015

Sabtu, 14 Februari 2015

Kemarin, hujan turun di barung-barung
Ada selingan bunyi gemercak air yang menimpa batu dan sahutan gemercik yang menyentuh genangan sisa hujan kemarin dan kemarinnya lagi
Ada aku yang menghindar dari tempias hujan di pinggir pintu
Ada perempuan yang menjelma hujan itu

Perempuan itu, aku amat-amati dengan lamat-lamat
Seolah kemelitan yang teramat
Melawatnya dari paling dekat jarak pandang
Wajahnya serupa hening, bibirnya serupa lengang

Kusapa bukan salahku
Tiada sahut bukan salahnya
Tapi matanya menjawab dengan kelu
Seperti ada berjebah pilu ditabung

Kemarin, hujan turun di barung-barung
Burung-burung berteduh ke tempat biasa ia bernaung, mungkin batang pohon yang rindang
Sedang di bawahnya ada bekicot yang berlindung pada cangkang
Perempuan itu, berlindung pada diamnya

Hujan usai, ia tak kusut-masai
Justru aku yang malah pasai, kalah oleh sisa mendung yang damai
Basa-basi berikutnya, ia tetap bungkam
Hanya saja matanya yang tertangkap mataku agak nyalang
Kaku dan sedikit ada kengerian

Perempuan itu lebih dingin dari hujan kemarin siang
Hujan yang kemarin dan kemarinnya lagi

00.14
14 Februari 2015

Senin, 09 Februari 2015

Sebagian pernah abai
Bagai kelapa tua yang tak termakan oleh tupai
Tak mau menjamah, tak sudi dijamah
Apalagi sekadar beramah-tamah

Sebagian kadang acuh
Rela berbagi cerita dari permulaan subuh
Melepas asa, melebur angan
Seolah tak ada jeda menikmati keheningan

Semuanya serba sebagian

Bagian dari kita
Perempuan dan laki-laki yang di mulutnya ada harapan tertahan
Perasaannya hanya sebagian
Banyak dipendam, seringnya tertelan ke dasar kerongkongan

Seandainya isi hati bisa diutarakan lewat tawa lepas
Pasti menyenangkan meneriakkan apa saja sampai mulut kebas
Tapi kamu, hanya mendengar sebagian
Sebagian telingamu sedang berjalan-jalan

Biar tak saling sepenungguan
Mencari sandaran lain
Menunggu sosok lain
Berpaling dari yang enggan
Karena adaku adalah ada yang sebagian

9.02
9 Februari 2015